Dec 3, 2025

Sawah Tergusur, Petani Terancam: Mengurai Ancaman Konversi Lahan dan Krisis Pangan di Era Pembangunan

Oleh : Atep Afia Hidayat 

(Dikembangkan dari artikel : https://www.kangatepafia.com/2013/04/sawah-digusur-petani-menganggur.html )


Meta Description: Konversi lahan sawah masih menjadi ancaman serius bagi ketahanan pangan. Data terbaru BPS menunjukkan penurunan luas panen padi. Artikel ini mengupas akar masalah, implikasi sosial-ekonomi, dan pentingnya penguatan kebijakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD).

Keywords: Konversi Lahan Sawah, Petani Indonesia, Ketahanan Pangan, Alih Fungsi Lahan, Lahan Sawah Dilindungi (LSD), Pertanian Berkelanjutan, Krisis Pangan.

 

🌾 Pendahuluan: Mayoritas yang Kian Tersudut

Indonesia, dengan budaya agraris yang kuat, masih menempatkan petani sawah sebagai pilar utama penyedia pangan. Namun, di balik peran vital mereka, terjadi sebuah paradoks: lahan tempat mereka bergantung terus menyusut akibat derasnya laju pembangunan.

Fenomena alih fungsi lahan ini sangat terasa di wilayah peri-urban dan daerah transisi industri seperti Karawang, Bekasi, dan Banten. Sawah yang tadinya beririgasi teknis dan produktif, kini berganti rupa menjadi kawasan industri, perumahan, dan infrastruktur. Ancaman ini tidak hanya menghilangkan mata pencaharian, tetapi juga secara langsung memengaruhi stabilitas produksi beras nasional—komoditas strategis yang sensitif secara sosial, ekonomi, dan bahkan politik.

Seberapa parahkah ancaman ini? Dan upaya apa yang telah dilakukan untuk menahan laju konversi yang mengkhawatirkan?

 

🏗️ Pembahasan Utama: Defisit Lahan dan Penurunan Luas Panen

Data Konversi yang Mengkhawatirkan

Angka kehilangan lahan sawah memang mengerikan. Meskipun data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan laju konversi rata-rata mencapai 110.000 hektar per tahun sejak tahun 2000, indikasi terbaru menunjukkan tren penyusutan lahan baku sawah (LBS) terus terjadi.

Sebagai perbandingan, berdasarkan ketetapan Menteri ATR/BPN, luas lahan baku sawah nasional pada tahun 2018 adalah 7.105.145 hektar, mengalami penurunan signifikan dari data tahun 2013 yang sebesar 7.750.999 hektar [1]. Artinya, dalam kurun waktu lima tahun, kita kehilangan ratusan ribu hektar lahan sawah terbaik.

Dampak Langsung: Luas Panen Padi Menurun

Konversi lahan ini memiliki dampak domino yang nyata pada produksi pangan. BPS memperkirakan, luas panen padi pada tahun 2024 mencapai sekitar 10,05 juta hektare, angka ini mengalami penurunan sekitar 1,64% atau sekitar 167,57 ribu hektare dibandingkan luas panen tahun 2023 [2]. Penurunan luas panen ini turut menyebabkan perkiraan produksi beras untuk konsumsi pangan penduduk pada tahun 2024 juga mengalami penurunan.

Ketika sawah dialihfungsikan, jutaan petani kehilangan pekerjaan. Mereka dipaksa bertransformasi, namun sering kali tanpa bekal atau modal sosial yang memadai untuk bersaing di sektor non-pertanian. Kehilangan lahan ini memicu kerentanan sosial dan ekonomi di tingkat rumah tangga petani, terutama yang bergantung pada pertanian sebagai satu-satunya sumber pendapatan [3].

Perbedaan Kepentingan Pusat dan Daerah

Pemerintah sebenarnya telah memiliki payung hukum melalui Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dan menetapkan kebijakan strategis Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Tujuan LSD adalah memetakan dan mengamankan LBS agar tidak dikonversi. Namun, implementasinya di lapangan kerap terbentur oleh ketidakserasian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di tingkat kabupaten/kota.

Kepentingan pembangunan daerah yang didorong investasi sering kali mendominasi, mengabaikan kepentingan nasional untuk menjaga ketahanan pangan, dan melanggar larangan konversi sawah beririgasi teknis [4].

 

🛡️ Implikasi & Solusi: Memperkuat Perlindungan Lahan Sawah Dilindungi (LSD)

Menjamin Lahan Abadi dan Perlindungan Petani

Untuk mengatasi penyusutan yang kian menjadi-jadi, konsep "Sawah Lindung" atau yang kini diakselerasi pemerintah sebagai Lahan Sawah Dilindungi (LSD), harus ditegakkan secara utuh. Lahan yang masuk zonasi LSD tidak boleh dikonversi.

Namun, perlindungan lahan harus sejalan dengan perlindungan petani. Analogi ini sederhana: jika sawahnya dilindungi (dibatasi konversi), maka petaninya juga harus dilindungi (dijamin usahanya).

Solusi Berbasis Regulasi dan Insentif

Upaya serius pemerintah saat ini berfokus pada penguatan pengendalian alih fungsi lahan sawah, termasuk menargetkan agar 87% Lahan Baku Sawah dilindungi untuk mencapai target ketahanan pangan nasional hingga 2029 [5]. Strategi yang perlu diperkuat meliputi:

  1. Insentif dan Disinsentif: Pemerintah wajib memberikan insentif ekonomi yang memadai kepada petani dan Pemerintah Daerah yang berhasil mempertahankan lahan LSD. Insentif ini dapat berupa bantuan sarana produksi (pupuk, benih), perbaikan infrastruktur irigasi, keringanan pajak, hingga jaminan harga jual gabah yang menguntungkan [5].
  2. Penegakan Hukum RTRW: Diperlukan ketegasan pemerintah pusat dalam meninjau dan membatalkan RTRW daerah yang bertentangan dengan kebijakan LSD. Perlu ada sanksi yang jelas (disinsentif) bagi daerah yang melanggar dan membiarkan konversi lahan produktif.
  3. Pemberdayaan Usaha Tani: Selain melindungi lahan, petani membutuhkan perlindungan iklim usaha yang sehat, bebas dari ancaman kelangkaan pupuk palsu, dan intervensi tengkulak yang merugikan.

Petani, sebagai garda terdepan pangan, hanya memerlukan kepastian. Kepastian bahwa lahan mereka aman, dan kepastian bahwa usaha tani mereka akan dihargai secara layak.

 

🎯 Kesimpulan: Memilih Antara Beton atau Beras

Laju konversi lahan sawah adalah isu multidimensi yang mengancam mata pencaharian jutaan petani dan ketahanan pangan nasional secara fundamental. Penurunan luas panen padi pada tahun 2024 menjadi alarm nyata bahwa ancaman ini bukanlah isu pinggiran.

Kebijakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) adalah langkah yang tepat, namun ia hanya akan efektif jika didukung dengan penegakan regulasi yang ketat dan, yang terpenting, pemberian insentif ekonomi yang nyata bagi petani.

Kita harus segera mengambil sikap. Jika kita terus membiarkan sawah digusur demi ambisi pembangunan sesaat, maka kita sedang menukar ketahanan pangan abadi dengan beton yang rapuh.

Pemerintah dan masyarakat, kini saatnya kita menunjukkan keberpihakan yang jelas: pada siapa jaminan beras untuk generasi mendatang akan kita sandarkan?

 

📚 Sumber & Referensi Ilmiah

  1. Kementerian ATR/BPN RI. (2018). Ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN-RI No. 399/Kep-23.3/X/2018 tentang Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2018.
  2. Badan Pusat Statistik (BPS). (2025). Luas Panen dan Produksi Padi di Indonesia 2024 (Angka Sementara). (Dikutip dari rilis pers BPS).
  3. Setiawan, B., et al. (2018). Land-use change and livelihood vulnerability in Southeast Asia. Geographical Research Letters, 45(10), 5437-5445.
  4. Gunawan, I., & Sumaryanto, B. (2016). Peran Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Konversi Lahan Pertanian: Studi Kasus Implementasi Peraturan Daerah. Jurnal Hukum Lingkungan, 3(2), 101-115.
  5. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI. (2022). Pemberian Insentif dan Penetapan Lahan Sawah Dilindungi Menjadi Upaya Dalam Menahan Laju Alih Fungsi Lahan. (Dikutip dari Siaran Pers Kemenko Perekonomian).

 

#10Hashtag

#KonversiLahan #SawahLindung #LahanSawahDilindungi #KetahananPangan #PetaniIndonesia #AlihFungsiLahan #KrisisPangan #PertanianBerkelanjutan #InsentifPetani #PLP2B

 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.