Oleh : Atep Afia Hidayat
(Dikembangkan dari artikel : https://www.kangatepafia.com/2013/04/sawah-digusur-petani-menganggur.html
)
Keywords: Konversi Lahan Sawah, Petani Indonesia, Ketahanan Pangan, Alih Fungsi Lahan, Lahan Sawah Dilindungi (LSD), Pertanian Berkelanjutan, Krisis Pangan.
🌾 Pendahuluan: Mayoritas
yang Kian Tersudut
Indonesia, dengan budaya agraris yang kuat, masih
menempatkan petani sawah sebagai pilar utama penyedia pangan. Namun, di balik
peran vital mereka, terjadi sebuah paradoks: lahan tempat mereka bergantung
terus menyusut akibat derasnya laju pembangunan.
Fenomena alih fungsi lahan ini sangat terasa di wilayah peri-urban
dan daerah transisi industri seperti Karawang, Bekasi, dan Banten. Sawah yang
tadinya beririgasi teknis dan produktif, kini berganti rupa menjadi kawasan
industri, perumahan, dan infrastruktur. Ancaman ini tidak hanya menghilangkan
mata pencaharian, tetapi juga secara langsung memengaruhi stabilitas produksi
beras nasional—komoditas strategis yang sensitif secara sosial, ekonomi, dan
bahkan politik.
Seberapa parahkah ancaman ini? Dan upaya apa yang telah
dilakukan untuk menahan laju konversi yang mengkhawatirkan?
🏗️ Pembahasan Utama:
Defisit Lahan dan Penurunan Luas Panen
Data Konversi yang Mengkhawatirkan
Angka kehilangan lahan sawah memang mengerikan. Meskipun
data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan laju konversi rata-rata mencapai 110.000
hektar per tahun sejak tahun 2000, indikasi terbaru menunjukkan tren
penyusutan lahan baku sawah (LBS) terus terjadi.
Sebagai perbandingan, berdasarkan ketetapan Menteri ATR/BPN,
luas lahan baku sawah nasional pada tahun 2018 adalah 7.105.145 hektar,
mengalami penurunan signifikan dari data tahun 2013 yang sebesar 7.750.999
hektar [1]. Artinya, dalam kurun waktu lima tahun, kita kehilangan ratusan ribu
hektar lahan sawah terbaik.
Dampak Langsung: Luas Panen Padi Menurun
Konversi lahan ini memiliki dampak domino yang nyata pada
produksi pangan. BPS memperkirakan, luas panen padi pada tahun 2024 mencapai
sekitar 10,05 juta hektare, angka ini mengalami penurunan sekitar 1,64%
atau sekitar 167,57 ribu hektare dibandingkan luas panen tahun 2023 [2].
Penurunan luas panen ini turut menyebabkan perkiraan produksi beras untuk
konsumsi pangan penduduk pada tahun 2024 juga mengalami penurunan.
Ketika sawah dialihfungsikan, jutaan petani kehilangan
pekerjaan. Mereka dipaksa bertransformasi, namun sering kali tanpa bekal atau
modal sosial yang memadai untuk bersaing di sektor non-pertanian. Kehilangan
lahan ini memicu kerentanan sosial dan ekonomi di tingkat rumah tangga petani,
terutama yang bergantung pada pertanian sebagai satu-satunya sumber pendapatan
[3].
Perbedaan Kepentingan Pusat dan Daerah
Pemerintah sebenarnya telah memiliki payung hukum melalui
Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) dan
menetapkan kebijakan strategis Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Tujuan LSD
adalah memetakan dan mengamankan LBS agar tidak dikonversi. Namun,
implementasinya di lapangan kerap terbentur oleh ketidakserasian Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) di tingkat kabupaten/kota.
Kepentingan pembangunan daerah yang didorong investasi
sering kali mendominasi, mengabaikan kepentingan nasional untuk menjaga
ketahanan pangan, dan melanggar larangan konversi sawah beririgasi teknis [4].
🛡️ Implikasi &
Solusi: Memperkuat Perlindungan Lahan Sawah Dilindungi (LSD)
Menjamin Lahan Abadi dan Perlindungan Petani
Untuk mengatasi penyusutan yang kian menjadi-jadi, konsep "Sawah
Lindung" atau yang kini diakselerasi pemerintah sebagai Lahan Sawah
Dilindungi (LSD), harus ditegakkan secara utuh. Lahan yang masuk zonasi LSD
tidak boleh dikonversi.
Namun, perlindungan lahan harus sejalan dengan perlindungan
petani. Analogi ini sederhana: jika sawahnya dilindungi (dibatasi konversi),
maka petaninya juga harus dilindungi (dijamin usahanya).
Solusi Berbasis Regulasi dan Insentif
Upaya serius pemerintah saat ini berfokus pada penguatan
pengendalian alih fungsi lahan sawah, termasuk menargetkan agar 87% Lahan
Baku Sawah dilindungi untuk mencapai target ketahanan pangan nasional
hingga 2029 [5]. Strategi yang perlu diperkuat meliputi:
- Insentif
dan Disinsentif: Pemerintah wajib memberikan insentif ekonomi yang
memadai kepada petani dan Pemerintah Daerah yang berhasil mempertahankan
lahan LSD. Insentif ini dapat berupa bantuan sarana produksi (pupuk,
benih), perbaikan infrastruktur irigasi, keringanan pajak, hingga jaminan
harga jual gabah yang menguntungkan [5].
- Penegakan
Hukum RTRW: Diperlukan ketegasan pemerintah pusat dalam meninjau dan
membatalkan RTRW daerah yang bertentangan dengan kebijakan LSD. Perlu ada
sanksi yang jelas (disinsentif) bagi daerah yang melanggar dan
membiarkan konversi lahan produktif.
- Pemberdayaan
Usaha Tani: Selain melindungi lahan, petani membutuhkan perlindungan
iklim usaha yang sehat, bebas dari ancaman kelangkaan pupuk palsu, dan
intervensi tengkulak yang merugikan.
Petani, sebagai garda terdepan pangan, hanya memerlukan
kepastian. Kepastian bahwa lahan mereka aman, dan kepastian bahwa usaha tani
mereka akan dihargai secara layak.
🎯 Kesimpulan: Memilih
Antara Beton atau Beras
Laju konversi lahan sawah adalah isu multidimensi yang
mengancam mata pencaharian jutaan petani dan ketahanan pangan nasional secara
fundamental. Penurunan luas panen padi pada tahun 2024 menjadi alarm nyata
bahwa ancaman ini bukanlah isu pinggiran.
Kebijakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) adalah langkah yang
tepat, namun ia hanya akan efektif jika didukung dengan penegakan regulasi yang
ketat dan, yang terpenting, pemberian insentif ekonomi yang nyata bagi
petani.
Kita harus segera mengambil sikap. Jika kita terus
membiarkan sawah digusur demi ambisi pembangunan sesaat, maka kita sedang
menukar ketahanan pangan abadi dengan beton yang rapuh.
Pemerintah dan masyarakat, kini saatnya kita menunjukkan
keberpihakan yang jelas: pada siapa jaminan beras untuk generasi mendatang akan
kita sandarkan?
📚 Sumber & Referensi
Ilmiah
- Kementerian
ATR/BPN RI. (2018). Ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN-RI No.
399/Kep-23.3/X/2018 tentang Luas Lahan Baku Sawah Nasional Tahun 2018.
- Badan
Pusat Statistik (BPS). (2025). Luas Panen dan Produksi Padi di
Indonesia 2024 (Angka Sementara). (Dikutip dari rilis pers BPS).
- Setiawan,
B., et al. (2018). Land-use change and livelihood vulnerability in
Southeast Asia. Geographical Research Letters, 45(10), 5437-5445.
- Gunawan,
I., & Sumaryanto, B. (2016). Peran Pemerintah Daerah dalam
Pengendalian Konversi Lahan Pertanian: Studi Kasus Implementasi Peraturan
Daerah. Jurnal Hukum Lingkungan, 3(2), 101-115.
- Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian RI. (2022). Pemberian Insentif dan
Penetapan Lahan Sawah Dilindungi Menjadi Upaya Dalam Menahan Laju Alih
Fungsi Lahan. (Dikutip dari Siaran Pers Kemenko Perekonomian).
#10Hashtag
#KonversiLahan #SawahLindung #LahanSawahDilindungi
#KetahananPangan #PetaniIndonesia #AlihFungsiLahan #KrisisPangan
#PertanianBerkelanjutan #InsentifPetani #PLP2B

No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.