Aug 7, 2021

Arena Kehidupan, Injak Rem atau Tancap Gas

Dalam berkendaraan, baik sepeda motor atau mobil, ada kalanya kita harus "nge-gas" ada kalanya harus "nge-rem". Dua-duanya diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi. Jika jalan kosong melompong, maka tancap gas sampai batas tertentu. Sebaliknya, rem diperlukan saat situasi darurat. Jika tidak diambil langkah "nge-rem" akan membahayakan pihak internal dan eksternal.

  

 

Namun apa jadinya, jika di jalanan dalam berkendaraan selalu "nge-rem", kapan sampainya ? Begitu pula dalam arena kehidupan, jika dijalani dengan "nge-rem" dan "nge-rem" apa jadinya. 

Menahan diri dalam situasi tertentu baik, tetapi jika "terlalu menahan diri", beragam peluang pun akan berlalu begitu saja. Dalam arena kehidupan pun perlu ada keseimbangan antara "nge-rem" dan "nge-gas". Lihat situasi, saat tancap gas,  ya tancap semaksimal mungkin dengan tetap waspada. Saat injak rem, ya segera "nge-rem" dengan bijak.

Kehidupan adalah ajang pencapaian. Ada momen-momen tertentu peraihan suatu prestasi, kedudukan atau kepemilikan. Jangan biarkan peluangnya lewat begitu saja. Jangan "menahan diri" secara tidak bijak. Kalau memang sudah hak-nya ya dapatkan. Tancap gassssss, jangan lupa rem.

Apapun kedudukannya, mulai dari presiden, menteri, gubernur sampai rakyat biasa, setiap hari selalu berurusan dengan “rem” dan “gas”. Seoarang presiden yang terlalu banyak “nge-rem”, terlalu berhati-hati, terlalu banyak berpikir, tentu akan menyebabkan negaranya dalam kondisi terpuruk. Hati-hati memang baik, namun kalau ada embel-embel “hati-hati”, maka dampaknya menjadi lain. Begitu pula berpikir itu penting, namun jika terlalu banyak berpikir atau dipikirkan, suatu persoalan tidak akan terselesaikan, keburu waktunya habis.

Apapun berbatas waktu, ada saat memulai, menjalani dan mengakhiri. Dalam periode tersebut harus ada perpaduan yang harmonis antara aktivitas “nge-gas” dan “nge-rem”, jangan ada yang terlalu dominan.

Episode demi episode harus berlanjut, jangan ada stagnan. Bagaimanapun detik berlanjut, nafas berikut datang dan datang lagi, sampai limitnya. Bagaikan menempuh perjalanan dengan sebuah mobil, kadang melewati jalan lurus bebas hambatan, kadang jalan macet, kadang berlobang, berbelok, turun, nanjak, begitu berliku-liku.

Kendalikan kemudi dengan dinamis dan fokus. Selalu ada saat-saat untuk “nge-rem” dan kapan harus “nge-gas” secara proporsional. Itulah langkah hidup yang bijak (Atep Afia Hidayat).

 

 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.