Apr 27, 2013

Kebangkitan Kedua Bangsa Indonesia

Oleh : Atep Afia Hidayat - Tidak terasa waktu terus bergulir, memasuki tahun ke 67 Bangsa Indonesia pasca menyatakan kemerdekaannya bebas dari cengkeraman penjajahan bangsa-bangsa lainnya (17 Agustus 1945 – 17 Agustus 2012). Ya, faktanya Bangsa Indonesia sudah memasuki usia 67, sebagai sebuah bangsa belum bisa dikatakan tua, karena bangsa-bangsa lainnya ada yang sudah mencapai usia ratusan tahun.

Sebagai komparasi Bangsa Amerika Serikat tahun 2012 ini sudah memasuki usia 236 tahun; Bangsa Australia sudah berusia 111 tahun; Bahkan Perancis sudah berusia 1.526 tahun dan Bangsa Bulgaria berusia 1.380 tahun. Tampak jelas bahwa Bangsa Indonesia masih tergolong sebagai bangsa yang muda di dunia, namun masih lebih tua jika dibandingkan dengan Bangsa Malaysia 55 tahun dan Bangsa Singapura 47 tahun; serta Bangsa Kazakstan dan Ukraina yang sama-sama berusia 21 tahun.

Melalui pengelolaan oleh beberapa rejim yang berkuasa, mulai dari Rejim Soekarno, Soeharto, Habibie, Megawati sampai Soesilo Bambang Yudhoyono, belum ada tanda-tanda kebangkitan Indonesia menjadi salah satu Negara terkuat di dunia, minimal di Asia. Saat Soeharto memegang kendali pemerintahan memang ada fenomena Indonesia menjadi satu dari empat macan Asia, namun bersamaan dengan lengsernya Soeharto, maka sebutan tersebut menjadi nyaris tak terdengar. Bahkan muncul kesan Indonesa seperti menjadi “macan ompong” di Asia Tenggara.

Sebenarnya banyak faktor yang dapat menunjang untuk diraihnya posisi negara terkuat di Asia bahkan di dunia. Pertama faktor sumberdaya penduduk yang secara kuantitas menempati urutan nomor empat di dunia. Setelah Cina, India dan Amerika Serikat, posisi berikutnya adalah Indonesia.

Kedua faktor sumberdaya alam yang termasuk paling kaya di dinia, mulai dari pangan, flora, fauna, mineral, energi, laut dan sebagainya. Indonesia berlimpah segalanya, tidak ada satupun Negara di Eropa yang mendekati kekayaan alam Indonesia. Ketiga faktor historis di mana di Indonesia pernah berdiri beberapa Negara besar seperti Majapahit, Sriwijaya dan Samudera Pasai. Ketiga factor tersebut semestinya menjadi inspirasi bagi kebangkitan Indonesia.

Berdasarkan beberapa tolok ukur posisi Indonesia dibandingkan dengan dengara lain di dunia masih “memprihatinkan”. Sebagai gambaran  menjelang akhir Juni 2012 The Fund For Peace (FFP)  yang berpusat di Washington DC, AS, menerbitkan Indeks Negara Gagal. Ternyata posisi Indonesia berada di peringkat ke-63 dari 178 negara di seluruh dunia. Hal itu menjadikan Indonesia berada dalam kategori “warning”, jika salah kelola terus berlanjut maka segera bergabung dengan kelompok gagal. Ternyata beragam indikator seperti Health, Education, Income, Inequality, Poverty, Gender, Sustainability dan Demography Indonesia kurang menggembirakan.

Cerita kegagalan masih berlanjut, berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau human Development Indeks (HDI), ternyata posisi Indonesia masih  sangat rendah. Menurut United Nations Development Program (UNDP), IPM Indonesia tahun 2011 berada pada posisi 124(termasuk Medium Human Development) dari 187 negara yang disurvei, yaitu hanya dengan skor 0,617.

Berdasarkan IPM Indonesia tergolong Negara kelas tiga, di mana kelas satu termasuk kelompok “Very High Human Development” (peringkat 1 – 47); Kelas dua “High Human Development” (peringkat 48 – 94); Kelas tiga “Medium Human Development” (peringkat 95 – 141); dan Kelas empat “Low Human Development” (peringkat 142 – 187). Bandingkan dengan pencapaian Singapura dengan skor 0,866;  Brunei (0,838); Malaysia (0,761), Thailand (0,682,) dan Filipina (0,644). Apalagi jika dibandingkan dengan Jepang (0,901) dan Korea Selatan (0,897).

Masih ada indikator lainnya yang mengindikasikan adanya “salah urus” atau “kurang kelola” dari Negara Indonesia, yaitu hasil Olimpiade London 2012. Pesta olah raga antar bangsa seluruh dunia bisa menjadi indikator kekuatan suatu bangsa. Pencapaian Indonesia yang mewakili bangsa Indonesia masih sangat memprihatinkan.

Meskipun dalam hal ini kita harus menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya bagi peraih medali perak dan perunggu, yaitu dua atlet dari cabang angkat besi asal Balikpapan (Kalimantan Timur), lifter Eko Yuli Irawan yang menyumbangkan medali perunggu dan  Triyatno yang menyumbangkan medali perak. Bayangkan jika Eko Yuli dan Triyatno tidak berprestasi, maka nama Indonesia menjadi tidak tercantum.

Peringkat ke 63 bersama lima negara lainnya, dengan perolehan satu perak dan satu perunggu itulah posisi Indonesia dalam ajang pesta olah raga sedunia tersebut. Secara berurutan Amerika Serikat, Cina, Inggris, Rusia dan Korea Selatan masih menempati posisi lima besar Olimpiade.

Sementara dalam cabang sepak bola yang merupakan olah raga paling digemari di Indonesia, bahkan di dunia, kondisi dan posisi sepak Indonesia dapat dikatakan “sangat mengenaskan”. Pengelolaan sepak bola sangat amburadul dengan manajemen yang tidak jelas. Menurut FIFA, Indonesia berada pada peringkat 159 dari 206 negara.

Posisi yang diraih Indonesia secara jelas menunjukkan adanya kegagalan dalam pengelolaan dan pembinaan olah raga di Indonesia. Dengan diraihnya raport “sangat merah” tersebut, mengingat dalam beberapa olimpiade sebelumnya Indonesia selalu meraih emas, sudah semestinya ada pihak yang secara sportif menyatakan “gagal” atau “tidak mampu”, sehingga sebagai konsekuensinya harus mengundurkan diri dan diganti dengan orang yang memiliki kompetensi dalam pembinaan olah raga nasional. Sederhananya, Menteri Olah Raga sudah sewajarnya mundur dari jabatannya karena memperhatikan ketidakmampuannya.

Berdasarkan beragam indikator tersebut, saat memasuki usia kemerdekaan yang ke 67, Indonesia ternyata masih “terlelap dalam tidur panjangnya”. Dengan kata lain Indonesia sudah mencapai kemerdekaan, namun ternyata belum benar-benar bangkit.

Indonesia termasuk kelompok Negara yang “terancam” dikatagorikan Negara gagal. Di sisi lainnya Indeks Pembangunan Manusia Indonesia termasuk kelompok Negara kelas tiga. Secara sederhana dapat dilihat dari carut-marutnya prestasi olah raga nasional di pentas dunia (olimpiade), termasuk pencapaian prestasi sepak bola yang makin mengenaskan.

Indonesia meliputi negara, rakyat (bangsa) dan pemerintahan. Negera Indonesia meliputi daratan seluas 1,9 juta km2 , kalau dihitung dengan lautan mencapai 5,8 juta km2, dengan beragam kekayaan sumberdaya alam di permukaan dan di dalamnya; Rakyat Indonesia sudah mencapai jumlah 260 juta jiwa (2011); dan pemerintahan di Indonesia sudah berganti beberapa rejim baik Orde Lama, Orde Baru maupun Orde Reformasi.

Dinamika pemerintahan di Indonesia belum mencapai kondisi di mana posisi bangsa dan negara menjadi salah satu yang terkuat di dunia, minimal di Asia. Pemilu 2014 menjadi asa dan memunculkan obsesi akan adanya pemerintahan yang piawai dalam mengelola sumberdaya bangsa dan negara. (Atep Afia). 

2 comments:

  1. Tugas T05, @C06-AHMAT
    Pemerintah harusnya berfikir keras dalam membangun sistem yang ada di Indonesia.Pemerintah haruslah memberikan perlakuan yang sama terhadap seluruh WNI.Pembangunan seharusnya tidak hanya di satu pulau atau tempat tertentu. Bila rakyat di satu wilayah sejahtera harusnya semua wilayah juga harus sejahtera agar asas Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dapat diwujudkan. Kebangkitan Nasional harus terwujud dengan semangat Persatuan, Kesatuan dan Nasionalisme diikuti dengan kesadaran untuk memperjuangkan Kebangkitan Negara Indoneisa.

    ReplyDelete
  2. Adik Mukti
    @E03-Adik, @Tugas B05

    Menarik jika kita membahas tentang histori dari negara kita ini.
    mungkin kebangkitan bangsa akan tercapai jika kebutuhan rakyat terpenuhi. untuk rezim sekarang ini menurut saya jauh lebih baik daripada rezim-rezim sebelumnya.
    di era Pak Jokowi ini fokus kepada infrakstruktur negara, dan di harapkan dengan demikian akan membantu untuk menopang kemajuan bangsa. di era ini juga kerjasama dengan negara-negara lain juga di tingkatkan serta pemberantasan koruptor negara juga lebih di tingkatkan, sungguh sangat berbeda dengan rezim SBY.

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.