Pendahuluan: Emosi Bukan Musuh, Tapi Kompas Kehidupan
"Antara stimulus dan respons, ada ruang. Di ruang
itu terletak kebebasan dan kekuatan kita untuk memilih respons." —
Viktor Frankl
Pernahkah Anda merasa “terjebak” dalam emosi negatif seperti marah, kecewa, atau cemas, lalu bereaksi secara impulsif dan menyesalinya kemudian? Di era yang serba cepat dan penuh tekanan, kemampuan untuk mengelola emosi secara fleksibel menjadi kunci untuk bertahan dan berkembang.
Inilah yang disebut dengan emotional agility—kemampuan untuk menghadapi emosi dengan kesadaran, kejelasan, dan keberanian, lalu bertindak sesuai nilai-nilai pribadi.Konsep ini dipopulerkan oleh Dr. Susan David,
psikolog Harvard Medical School, melalui bukunya Emotional Agility: Get
Unstuck, Embrace Change, and Thrive in Work and Life. Emotional agility
bukan sekadar “mengatur emosi”, tetapi tentang berteman dengan emosi,
memahaminya sebagai data, dan menggunakannya untuk membuat keputusan yang
selaras dengan tujuan hidup2.
Pembahasan Utama
๐ Apa Itu Emotional
Agility?
Secara sederhana, emotional agility adalah kemampuan untuk:
- Menyadari
dan menerima emosi tanpa menghakimi
- Memisahkan
diri dari emosi (tidak larut atau menyangkal)
- Menggunakan
emosi sebagai informasi, bukan instruksi
- Bertindak
berdasarkan nilai, bukan dorongan sesaat
Berbeda dengan emotional regulation yang berfokus
pada “mengendalikan” emosi, emotional agility mengajak kita untuk menghargai
dan belajar dari emosi, bahkan yang tidak nyaman seperti rasa takut, sedih,
atau marah3.
๐งช Empat Langkah Emotional
Agility ala Susan David
1. Showing Up – Hadir dan Akui Emosi
Alih-alih menolak atau menekan emosi, kita diajak untuk
menyambutnya dengan rasa ingin tahu. Misalnya, daripada berkata “Aku tidak
boleh marah,” kita bisa berkata “Aku sedang merasa marah, dan aku ingin tahu
kenapa.”
“Emosi yang tidak nyaman sering kali membawa pesan penting
tentang kebutuhan dan nilai kita.” — Susan David
2. Stepping Out – Ambil Jarak Psikologis
Gunakan bahasa yang memisahkan diri dari emosi. Contoh: “Aku
merasa kecewa” → “Aku sedang mengalami kekecewaan.” Ini membantu kita melihat
emosi sebagai data, bukan identitas.
3. Walking Your Why – Kenali Nilai Pribadi
Emosi bisa menjadi petunjuk tentang apa yang penting bagi
kita. Rasa kesepian bisa menunjukkan bahwa kita menghargai koneksi. Rasa
frustrasi bisa menandakan bahwa kita peduli pada keadilan.
4. Moving On – Bertindak Sesuai Nilai
Setelah memahami emosi dan nilai, kita bisa mengambil
langkah kecil yang selaras. Misalnya, jika Anda merasa kesepian, Anda bisa
menghubungi teman atau bergabung dengan komunitas.
๐ Contoh Nyata Emotional
Agility
Bayangkan Anda baru saja gagal dalam presentasi penting.
Anda merasa malu dan ingin menghindari semua orang. Dengan emotional agility,
Anda bisa:
- Menyadari
rasa malu tanpa menghakimi
- Mengatakan
“Aku sedang merasa malu, dan itu wajar”
- Menyadari
bahwa Anda menghargai kompetensi dan ingin berkembang
- Memutuskan
untuk meminta umpan balik dan berlatih lebih baik
⚖️ Perspektif dan Perdebatan
✅ Pandangan Pro:
- Meningkatkan
ketahanan mental dan fleksibilitas psikologis
- Membantu
pengambilan keputusan yang lebih bijak
- Meningkatkan
hubungan interpersonal dan empati
- Mengurangi
stres dan risiko gangguan mental
❌ Pandangan Kontra:
- Butuh
latihan dan kesadaran tinggi
- Tidak
semua orang siap menghadapi emosi yang menyakitkan
- Bisa
disalahartikan sebagai “pasrah” atau “tidak tegas”
Namun, penelitian menunjukkan bahwa emotional agility
berkorelasi positif dengan kesejahteraan psikologis, performa kerja, dan
kepemimpinan yang efektif4.
Implikasi & Solusi
๐ Dampak Positif
Emotional Agility
Area Kehidupan |
Dampak |
Pribadi |
Lebih tenang, reflektif, dan tidak mudah reaktif |
Karier |
Meningkatkan kepemimpinan, kreativitas, dan adaptasi |
Relasi |
Komunikasi lebih terbuka dan empatik |
Kesehatan Mental |
Menurunkan stres, kecemasan, dan depresi |
๐ก Strategi Membangun
Emotional Agility
- Jurnal
Emosi – Tuliskan perasaan dan refleksi harian
- Mindfulness
– Latihan kesadaran tanpa menghakimi
- Dialog
Internal Positif – Ganti “Aku gagal” dengan “Aku sedang belajar”
- Identifikasi
Nilai Pribadi – Apa yang paling penting bagi Anda?
- Langkah
Kecil Berdasarkan Nilai – Tindakan sederhana yang selaras dengan
tujuan hidup
Kesimpulan: Lentur Bukan Lemah, Justru Kuat
Emotional agility bukan tentang menjadi “positif” sepanjang
waktu, melainkan tentang menjadi autentik dan sadar dalam menghadapi
emosi. Di dunia yang penuh perubahan dan tekanan, kemampuan ini menjadi kompas
yang membantu kita tetap tegak, berpikir jernih, dan bertindak bijak.
Pertanyaannya: apakah Anda sudah cukup lentur untuk
berdamai dengan emosi dan melangkah sesuai nilai-nilai Anda?
Sumber & Referensi
- Harvard
Business Review – Emotional Agility oleh Susan David
- Mindvalley
– 4 Langkah Emotional Agility
- Forbes
– Emotional Agility: Power to Choose
- GoodRx
– How Emotional Agility Can Help You
- David,
S. (2016). Emotional Agility: Get Unstuck, Embrace Change, and Thrive
in Work and Life. Penguin Random House
- Bond,
F. W., et al. (2013). Psychological flexibility and mental health. Journal
of Contextual Behavioral Science
- Kashdan,
T. B., & Rottenberg, J. (2010). Psychological flexibility as a
fundamental aspect of health. Clinical Psychology Review
Hashtag
#EmotionalAgility #KesehatanMental #PsikologiPositif
#Mindfulness #ManajemenEmosi #SusanDavid #KecerdasanEmosional #SelfAwareness
#PemulihanPsikologis #HidupAutentik
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.