Apr 20, 2013

KPK Vs PKS

Oleh : Atep Afia Hidayat - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan dua institusi yang cukup besar di Negara tercinta, Republik Indonesia. KPK merupakan intrumen negara dalam memberantas korupsi, sedangkan PKS adalah salah satu elemen bangsa dalam penerapan demokrasi. Keduanya memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Setelah penangkapan Presiden PKS yang disangkakan terlibat kasus suap impor daging sapi, hubungan di antara keduanya menjadi tidak mesra. Banyak tuduhan dan komentar miring disampaikan petinggi dan kader PKS terhadap lembaga pemberantas korupsi tersebut. Beberapa istilah seperti tebang pilih sampai rencana zionis pun muncul, memang terkesan begitu emosional . 

Bagaimanapun PKS selama ini mencitrakan dirinya sebagai partai yang bersih, artinya ada upaya yang sungguh-sungguh bahwa petinggi dan kadernya akan menjauhi beragam praktek kotor dalam politik dan penyelenggaraan negara, termasuk korupsi. Kader PKS pun begitu yakin dan percaya bahwa tokoh-tokohnya adalah orang-orang yang bersih dan bebas cela.

Memang kasus penangkapan Presiden PKS begitu mencengangkan, sebagian masyarakat seolah tidak percaya. Kok bisa ya tokoh sekaliber itu bermain-main dengan impor daging sapi, apa mungkin ? Pendek kata banyak orang yang tidak mempercayai kejadian tersebut.

Namun di sisi lainnya, KPK juga merupakan institusi yang kompeten dan professional. Apakah mungkin KPK dikendalikan pihak tertentu untuk membuat kisruh di tubuh salah satu Parpol terbesar di Indonesia itu. Sebuah Perpol yang sangat berperan dari awal dalam mengusung Presiden SBY untuk menduduki tahtanya kembali.

Kasus isu suap impor daging sapi yang menyeret orang nomor satu di PKS, jelas sangat berpengaruh besar terhadap organisasi dan dukungan masa. Bahkan ada pakar politik yang menyebutnya sebagai tsunami dalam tubuh PKS.

PKS yang selama ini dikenal memiliki tingkat loyalitas tinggi dari para kader dan simpatisannya, jelas perlu segera membenahi diri. Apalagi dengan memperhatikan hasil Pilkada DKI Jaya  tahun yang lalu, di mana calon Gubernur DKI dari PKS, yaitu  Hidayat Nur Wahid-Didik J Rachbini hanya meraih 508.113 (11,8 persen). Bandingkan dengan jumlah suara yang diraih pada Pemilu 2009, PKS meraih 480.430 suara (18,1 persen).

Pada Pilkada 2012 PKS hanya menempati urutan ketiga dari lima peserta (pasangan Cagub-cawagub), sedangkan pada Pemilu 2009 PKS berhasil menempati urutan kedua dari 44 peserta (Parpol). Sebagai catatan jumlah suara sah dalam Pemilu 2009 sebanyak 2.663.923, sedangkan pada Pilkada 2012 mencapai 4.336.486. Di beberapa daerah PKS melalui koalisi dengan Parpol lain memang memenangkan Pilkada, namun bagaimanapun Pilkada DKI tetap merupakan barometer dari perpolitikan nasional. 

Masyarakat masih berharap banyak pada keberadaan PKS, yang meskipun pencitraannya sejak 2009 relatif kurang bagus. PKS merupakan aset bangsa yang kinerjanya perlu diperbaiki oleh para pengurusnya. PKS perlu dikembalikan pada jatidirinya sebagai  partai dakwah yang berkiprah untuk kemaslahan umat.
Apa yang ditempuh KPK terhadap petinggi PKS hendaknya menjadi bahan evaluasi , supaya istilah partai besih itu benar-benar dapat diwujudkan. Di sisi lainnya kita sangat berharap pada KPK untuk terus menumpas korupsi yang makin kronis dan sistemik di negeri ini. KPK sudah berhasil mengungkap beragam kasus korupsi, banyak petinggi negara yang tertangkap dan dikenai proses hukum sebagai akibat dari ulahnya.

Sebelum orang nomor satu di PKS diproses KPK, terlebih dahulu seorang menteri di jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II mengalami hal yang sama. Lantas yang berikutnya siapa lagi  ? Yang jelas kita berharap agar KPK benar-benar mandiri dan professional dalam menjalankan tugasnya untuk memberantas korupsi. (Atep Afia/KangAtepAfia.com). 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.