Apr 28, 2013

Koalisi Parpol Hanya Pepesan Kosong ?


Oleh : Atep Afia Hidayat - Mendung menyelimuti bangsa Indonesia, padahal sinar surya begitu didambakan. Namun hari-demi hari hanya “pertentangan” , “perbedaan pendapat”, dan “rebutan kepentingan” di antara komponen bangsa. Perilaku tak elok dipertontonkan elit bangsa. Mereka yang merasa dan mengaku sebagai tokoh bangsa, pimpinan nasional, wakil rakyat, atau apalah namanya malah menunjukkan perilaku ke-kanak-kanakan.


Tak salah jika Gus Dur pernah mengkritisi, perlaku sebagian elit bangsa itu tak ubahnya seperti anak TK. Ya, begitulah adanya. Lupa kewajiban yang harus diemban, yang lebih diperhatikan malah sesuatu yang bukan substansi dalam berbangsa dan bernegara.

Sebagaimana isu koalisi yang makin menghangat, begitu mencerminkan betapa tidak dewasanya elit bangsa ini. Para pemimpin bangsa itu kini sedang asyik bermain dengan kursinya masing-masing, sebagai dampaknya masalah yang dihadapi rakyat menjadi tidak diprioritaskan.

Padahal kalau mau dicermati, siapapun yang berkoalisi, toh kinerja pemerintahan  tidak akan banyak berubah. Hanya begitu-begitu saja, karena kualitas kepemimpinan nasional yang memprihatinkan. Sepanjang sejarah kemerdekaan Republik Indonesia tercinta ini, mungkin kondisi  pemerintahan yang carut-marut baru terjadi saat ini.

Akibat terlalu mementingkan koalisi, maka kabinet banyak diisi oleh orang-orang yang kurang  profesional dan tidak kompeten  dibidangnya. Hal yang dipentingkan justru tingkat ketokohan sang menteri di Parpol, tidak peduli apa latar belakangnya dan kompetensinya.

Padahal pemerintah yang kuat harus didukung oleh kabinet yang profesional dan mampu berbuat banyak untuk rakyat. Kalau terlalu mengandalkan kepentingan koalisi, maka sang menteri lebih memprioritaskan Parpol-nya. Selain itu sang menteri akan lebih tunduk pada kepentingan dan pimpinan Parpolnya dibanding pada presiden.

Energi pemerintah banyak terkuras oleh hal-hal yang tidak berkaitan langsung dengan kepentingan rakyat. Padahal pemerintah terbentuk mengacu pada “dari-oleh-untuk rakyat”. Bagaimanapun pemerintah dibentuk melalui mekanisme demokrasi lewat Pemilu.

Suara mayoritas rakyat (lebih dari 60 persen)  mengendaki Soesilo Bambang Yudhono dan Boediono memimpin negeri dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia ini. Dukungan lebih dari 60 persen rakyat seharusnya menjadi modal dasar bagi SBY untuk membentuk kabinet.

Tentu saja yang harus menjadi pertimbangan utama adalah profesionalisme, kompetensi dan kapabilitas seorang calon menteri, dengan fokus kepentingan dan kesejahteraan rakyat. SBY bisa dengan leluasa menyeleksi secara ketat siapa saja yang harus duduk di kabinet, karena memang memiliki hak prerogatif untuk itu.

Akibat terlalu banyak pertimbangan dan mungkin kurang percaya diri, sebagai akibatnya mandat lebih dari 60 persen rakyat yang memiliki hak pilih, tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Yang lebih dipilih justru mengakomodir kepentingan teman dan lawan politik. Koalisi menjadi di atas segalanya, hal seperti keinginan untuk memberantas mafia pajak melalui hak angket di DPR, dengan gampangnya “disulap” menjadi isu koalisi.

Lantas, apa gunanya koalisi jika pengaruhnya tidak banyak terhadap upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dan perbaikan tata kelola pemerintahan ? Siapapun yang berkoalisi, kalau yang menduduki kabinet kurang kompeten hasil kerja pemerintahan akan tetap jalan ditempat.

Bagaimanapun, Republik Indonesia adalah negara yang besar, berpenduduk 237 juta jiwa, dengan kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah. Tentu saja sangat memerlukan pengelola negara dan bangsa yang kuat, jujur dan adil, yaitu pemerintahan yang solid dan mengedepankan kepentingan rakyat.

Bagi sebagian elit Parpol koalisi tak ubahnya seperti “surga dunia”, tetapi bagi rakyat koalisi hanyalah “pepesan kosong”. Kalau melihat kondisi seperti sekarang, mungkin lirik lagu “buat apa susah, buat apa susah, susah itu tak ada gunaya…”  bisa diubah menjadi “buat apa koalisi, buat apa koalisi, koalisi itu tak ada gunanya ……..! ” (Atep Afia)


2 comments:

  1. @A26-sinta, tugas TA05
    banyak pemimpin di negara indonesia yang dipilih berdasarkam koalisi parpol. contohnya sekarang pemilihan gubernur dki jakarta sekarang banyak parpol yang berlomba-lomba mealkukan koalisi agar nanti banyak dari anggota parpol tersebut banyak menduduki jabatan di kursi pemerintahan DKI jakarta.

    ReplyDelete
  2. Pazrin Salsabila @E01-Pazrin

    Berkaca dewasa ini politik hanyalah alat untuk mencapai kekuasaan, didalamnya penuh dengan intrik yang tidak memasyarakat, elit politik memang mempunyai kekuasaan yang lebih ketimbang rakyat namun yang harus diingat tetaplah kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat, koalisi partai hanya untuk kepentingan individu atau kelompok tertetu saja, dan itu sam sekali tidak memikirkan rakyat didalamnya, sebagai bangsa yang penuh pegorbanan seharusnya revolusi bisa memberikan efek luas bukan sekedar pemerintahan tetapi mental dan cara berpikir para elit politik di Ibu Pertiwi ini.

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.