Apr 23, 2013

Sawah Digusur Petani Menganggur

Oleh : Atep Afia Hidayat – Dilihat dari aspek kuantitas petani dan keluarganya masih merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Sedangkan bagian terbesar dari seluruh petani tersebut ialah petani yang mengelola sawah, menanam padi, atau bermata-pencaharian dari usaha tani padi sawah. Menyangkut segi kuantitatif yang makin menyusut memang tak dapat dipungkiri, salah satu  alasan kenapa petani meninggalkan sawahnya hingga jumlahnya makin menyusut, ialah karena  tekanan terhadap lahan.

Tekanan terhadap lahan yang diusahakan terutama di daerah-daerah transisi yang menjadi sentra industri. Sebagai contoh, di daerah-daerah seperti Tangerang, Serang, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Bandung dan Bogor, angka penyusutan luas sawah jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Di daerah-daerah yang sebenarnya menjadi sentra produksi padi nasional tersebut, sejak beberapa dekade yang lalu telah berdiri ribuan industri. Di daerah Cikarang, Bekasi umpamanya ribuan hektar sawah telah dikonversi menjadi kawasan industry, bahkan yang beririgasi teknis.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, laju konversi lahan sawah mencapai 110 ribu hektar per tahun sejak 2000 lalu. Ternyata pencetakan sawah baru hanya sekitar 30-52 ribu hektare per tahun, Jika ratusan ribuan hektar sawah  dikonversikan menjadi tataguna lahan lainnya, maka jutaan orang petani “dipesangon” dan harus mengubah irama kehidupannya, tidak lagi menggantungkan diri pada usaha tani sawah.
Secara nasional jumlah pemborosan akibat sawah dialih-fungsikan mencapai ratusan milyar rupiah per tahun, belum termasuk biaya sosial-ekonomi yang harus dipikul petani. Sebagai kompensasi dari alih fungsi sawah itu tentu saja harus dicetak sawah baru, padahal selama ini upaya tersebut hanya dilakukan oleh pemerintah, yakni mengingat biaya investasi yang tinggi dengan tingkat keuntungan yang bakal diraih kurang layak.
Sebenarnya pemerintah telah menetapkan bahwa sawah berpengairan teknis sama sekali tidak boleh diubah peruntukannya menjadi areal bagi kebutuhan lain seperti perumahan dan kawaan industri. Tapi ternyata tata ruang di daerah  kota dan kabupaten tidak selalu serasi dengan ketentuan dan kepentingan nasional.
Tingkat penyusutan areal persawahan semakin menjadi-jadi, maka tak heran jika seorang Guru Besar Teknologi Pertanian IPB, Soedodo Hardjoamidjojo pernah mengemukakan konsep “sawah Lindung”, mengambil analogi dari “hutan lindung”. Untuk menerapkan konsep tersebut diperlukan adanya ketegasan dari pihak pemerintah, termasuk dalam penyusunan dan pembakuan tata ruang. Karena sawahnya dilindungi maka petaninya pun perlu mendapatkan perlindungan kerja dan usaha, dan kalau memungkinkan diberi insentif yang memadai.
Melalui keputusan presiden sebenarnya pemerintah pusat telah melarang sawah beririgasi diubah fungsinya. Ternyata masih banyak daerah kabupaten dan kota yang  belum sepenuhnya mematuhi peraturan ini. Larangan konversi itu dimaksudkan agar pembuatan lahan sawah abadi 15 juta hektare bisa cepat terealisasi. Pemerintah pernah membuat target pembentukan 30 juta hektar sawah abadi, meliputi  sawah irigasi dan sawah kering masing-masing 15 juta hektar.
Eksistensi petani akan bertahan jika sepanjang masih tersedia lahan garapan, untuk petani padi tentu saja ketersediaan sawah sebagai tempat produksi harus ada jaminan. Penyusutan areal pesawahan yang hampir tidak terkendali selain menghilangkan masa depan petani juga mengancam kondisi perberasan nasional. Padahal selain menjadi komoditas sosial dan ekonomi beras pun menjadi komoditas politik.
Dalam hal ini diperlukan keseriusan dari pemerintah yang berkuasa untuk melindungi keberadaan areal pesawahan sekaligus menjamin kelangsungan hidup bagi petani yang mengelolanya. Selama ini petani telah berperan dalam penyediaan bahan pangan nasional, petani tidak memerlukan status sebagai “pahlawan swasembada beras”, petani hanya memerlukan perlindungan iklim usaha yang sehat. Tidak lagi direpotkan dengan ancaman kehilangan lahan garapan, kelangkaan bibit, pupuk dan pestisida palsu, permainan harga oleh tengkulak dan beragam gangguan usaha lainnya. Nah, siapa yang akan berpihak pada keberadaan sawah beserta petaninya ?  (Atep Afia)

12 comments:

  1. Memang benar adanya, banyak sawah-sawah digusur karena peralihan fungsi lahan. Orang orang yang bermodal besar dapat dengan mudah membeli lahan tersebut dan menginvestasikannya di bidang properti.

    ReplyDelete
  2. Sebenarnya mudah saja, semuanya kembali bermuara pada ekonomi. Jika sawah digusur, dijadikan industri misalnya, petani bukan diberikan ganti rugi, tetapi diberikan pekerjaan di perusahaan tersebut supaya si petani tidak jadi menganggur. Pemerintah perlu membuat undang-undang ini supaya kuat dihadapan hukum.

    ReplyDelete
  3. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. @C16-BAHRUDIN, Tugas TC05
    Tekanan terhadap lahan yang diusahakan terutama di daerah-daerah transisi yang menjadi sentra industri. Sebagai contoh, di daerah-daerah seperti Tangerang, Serang, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Bandung dan Bogor, angka penyusutan luas sawah jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya.
    dari daerah daerah yang disebutkan di atas memang benar terjadi penyusutan akan tetapi daerah tersebut menjadi lebih sedikit maju dengan adanya pabrik pabrik di area meraka terbukti petani beralih profesi ke juragan kontakan karena lebih menguntungkan dan anaknya pun bisa bekerja di pt daerahnya tersebut,, seharusnya petani petani pelosoklah yang harusnya di beri perhatian lebih agar petani tidak lagi alih profesi .

    ReplyDelete
  6. @B-13 Mokh Alfan Novianto, Tugas TB-05
    Seharusnya pemerintah tidak semudah itu mengizinkan penggusuran sawah menjadi industri meskipun hal itu akan membuat perekonomian suatu daerah menjadi lebih maju karena sawah merupakan tempat kerja bagi para petani dan petani yang digusur belum tentu dapat secepat itu beralih profesi karena belum terbiasa dengan keadaan dan sawah yang di gantikan oleh industri akan mengakibatkan dampak seperti pencemaran pada lingkungan sekitar

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  8. @E13-Elgi, @Tugas B05
    sangat miris sekali bila sekolompok petani yang hanya perpenghasilan dari hasil panennya mengalami tekanan karena penyusutan lahan untuk berbagai bisnis, seharusnya petani-petani ini di kembangkan kreatifitasnya dalam mengembangkan komoditas tanaman, sehingga nantinya akan berimbas pada permintaan hasil pertanian lokal yang lebih banyak di bandingkan mengimpor dari negara lain.

    ReplyDelete
  9. ADE IKA 46116120043 KWU-SENIN
    memang sangat disayangkan lahan persawahan banyak gusur dan fungsi alihkan menjadi lahan industri atau perumahan. semestinya pemerintahh lebih berhati-hati dalam pembangunan dan pemerintah seharusnya menindak lanjuti akibat yangg terjadi pada saat sekarang ini. Penyusutan areal pesawahan yang hampir tidak terkendali selain menghilangkan masa depan petani juga mengancam kondisi perberasan nasional. Padahal selain menjadi komoditas sosial dan ekonomi beras pun menjadi komoditas politik.
    Dalam hal ini diperlukan keseriusan dari pemerintah yang berkuasa untuk melindungi keberadaan areal pesawahan sekaligus menjamin kelangsungan hidup bagi petani yang mengelolanya. Selama ini petani telah berperan dalam penyediaan bahan pangan nasional, petani tidak memerlukan status sebagai “pahlawan swasembada beras”, petani hanya memerlukan perlindungan iklim usaha yang sehat. Tidak lagi direpotkan dengan ancaman kehilangan lahan garapan, kelangkaan bibit, pupuk dan pestisida palsu, permainan harga oleh tengkulak dan beragam gangguan usaha lainnya.

    ReplyDelete
  10. Maftuh Rizki/41117110101/KWU kamis
    kita seharusnya harus berkaca pada pemerintahan Presiden Soeharto karena berjasa besar di bidang pembangunan ekonomi dan pertanian karena mampu menurunkan tingkat inflasi dari 650 persen menjadi 12 persen dalam beberapa tahun pertama kepemimpinannya. Selain itu, Pak Harto juga punya andil besar dalam pembangunan irigasi pertanian yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara.
    pemerintah harus kritis terhadap pembukaan lahan lahan industri dari tanah persawahan.
    apabila kita fokus terhadap pertanian indonesia makan akan tercipta masa seperti jaman pak harto yang dimana indonesia mengimpor beras ke luar.

    ReplyDelete
  11. Rico Pratama3/14/2018 4:15 PM

    Rico Pratama/41516110183/KWU Kamis

    Sebenernya sangat disayangkan, karena hasil pertanian tersebut adalah kebutuhan pokok kita sehari-hari. Seperti Padi, Sayuran dan buah-buahan. Jika di Indonesia sudah tidak memiliki lahan perpertanian, kita mau makan pake apa?

    ReplyDelete
  12. Galang Abid Hermawan 41117110050 kwu kamis

    Memang benar, sekarang banyak petani yang kehilangan sawah karena peralihan lahan yang berimbas pada kesejahteraan keluarga. Misalnya sawah digusur akan dibuat jalan tol

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.