Apr 23, 2013

Jalan Tol Di Negeri Jiran

Oleh : Atep Afia Hidayat  - Jalan tol merupakan salah satu indikator kemajuan sebuah kota, bahkan sebuah negara. Bagaimanapun, keberadaan jalan bebas hambatan tersebut dapat meningkatkan efisiensi dan mobilitas manusia dan berbagai produk industri, produk pertanian, dan barang modal.
Keberadaan jalan tol di Malaysia saat ini sudah melebihi apa yang ada di Indonesia, total panjangnya saja sudah lebih dari  dua kali lipat.


Padahal Indonesia merintis pembuatan jalan tol sejak tahun 1973, yaitu dengan dibangunnya Jalan Tol Jagorawi yang menghubungkan  Kota Jakarta dengan Kota Bogor dan Ciawi (Kabupaten Bogor, Jawa Barat). 

Malaysia sendiri baru merintis pengembangan jalan tol (lebuh raya tol) pada tahun 1977, itupun belajar dari Jalan Tol Jagorawi yang dikelola PT Jasa Marga. Jalan tol di Malaysia menghubungkan beberapa kota besar, yang dimulai dari Bukit Kayu Hitam (Perlis) yang berdekatan dengan wilayah Thailand Selatan, dan berakhir di Johor Baru (Johor) yang berdekatan dengan Singapura, membentang di sepanjang semenanjung Malaysia (Lihat Peta).

Otoritas pengelola jalan tol di Malaysia ialah Lembaga Lebuh Raya Malaysia (www.llmnet.gov.my) saat ini mengelola 31 ruas jalan tol, seperti Jembatan Pulau Pinang (menghubungkan Pulau Pinang dengan Semenanjung Malaysia, 18, 5 km), Lebuh Raya Utara Selatan (merupakan yang terpanjang di Malaysia, yaitu 823 km), Lebuh Raya Kuala Lumpur – Kuala Selangor (KLKS, 31 km), dan sebagainya.

Pengelola jalan tol di Indonesia ialah PT Jasa Marga (www.jasamarga.com) mengelola 9 ruas jalan tol, yaitu Jagorawi (59 km), CTC dan Sedyatmo (23,55 km), Jakarta – Cikampek (83 km), Jakarta – Tangerang (33 km), Purbaleunyi (Purwakarta – Bandung – Cileunyi, 123 km), Palikanci (menghubungkan Palimanan – Kanci, Cirebon, sepanjang 26,3 km), Semarang (24,75 km), Surabaya (semula 43 km, terpotong oleh genangan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, kini tersisa 37 km)  dan Balmera (Belawan – Medan – Tanjung Morawa, 34 km).  Adapun Jalan Tol Tangerang – Merak dikelola oleh PT Marga Mandalasakti (MMS) memiliki panjang 72 km.  

Beberapa ruas jalan tol baik di Jawa ataupun di luar Jawa sedang dan akan dibangun, sebagai contoh Jalan Tol Cikampek-Palimanan (Cirebon) sepanjang 116 km, hari Kamis 8 Desember 2011 lalu sudah dicanangkan. Hal yang mencengangkan (bahkan mengejutkan), ternyata pemegang saham mayoritasnya ialah PLUS Expressway, operator tol di Malaysia. Bahkan menurut Menteri Kerja Raya Malaysia, Datuk Seri Shaziman Bin Abu mansor (dalam Kompas, 10 Desember 2011), total panjang tol di Malaysia saat ini mencapai 1.900  km, padahal tahun 1980-an hanya 219 km.

Sementara menurut Dirut PT Jasa Marga, Frans S Sunito, panjang jalan tol di Indonesia belum melebihi 800 km. Padahal luas negara Indonesia hampir enam kali Malaysia, dengan jumlah penduduk 8,5 kali Malaysia. Penyebab ketertinggalan pengembangan jalan tol di Indonesia dibanding Malaysia terutama karena masalah pembebasan lahan. Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadaan Tanah akandisahkan pada bulan Desember 2011 ini.

Ya, pengembangan jalan tol akan menggusur tanah dengan beragam fungsinya, mulai dari pemukiman, pertanian, ruang terbuka hijau, kehutanan, dan sebagainya. Terutama menyangkut konversi sawah beririgasi teknis sangat sulit dicarikan penggantinya. Sebagai contoh,  jalur sepanjang Cikampek dan Palimanan merupakan kawasan lumbung padi nasional, begitu pula di beberapa daerah lainnya.

Namun diyakini bahwa pengembangan jalan tol merupakan solusi untuk percepatan pertumbuhan ekonomi sebuah kawasan. Pengembangan jalan tol juga memiliki makna efisiensi, mempersingkat waktu tempuh, penghematan bahan bakar minyak dan penghematan suku cadang kendaraan. Namun tarik-menarik kepentingan harus diselesaikan melalui solusi yang bijak, jangan sampai lebih mengorbankan kepentingan kelompok masyarakat tertentu.

Di semenanjung Malaysia sudah terbentang jalan tol (Lebuh Raya Utara – Selatan) sepanjang 823 km. Di Indonesia untuk jalan tol Trans Jawa saja belum terwujud, apalagi Trans Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Padahal sekitar tahun 1808, Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels berhasil membangun jalan raya pos, sekitar 1.000 km, yang menghubungkan Anyer (Serang, Banten) sampai Panarukan (Situbondo, Jawa Timur). Inilah daftar kota-kota yang dilalui Jalan Raya Pos.

Namun Daendels membangun jalan dengan penuh kekejaman dan tidak manusiawi. Hendaknya otoritas pengelola jalan tol saat ini membangun  dengan penuh kesantunan dan memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat dengan kearifan lokalnya. (Atep Afia).

Gambar:
http://www.sinarharian.com.my/polopoly_fs/1.78005.1400479966!/image/image.jpg_gen/derivatives/landscape_624/image.jpg

1 comment:

  1. Surya Dwiatmaja @C12-SURYA

    Jalan tol merupakan jalan bebas hambatan yang bertujuan agar proses perpindahan orang dan komoditas dari suatu daerah ke daerah lain menjadi lebih cepat, sehingga lebih efisien dalam hal penggunaan bahan bakar, maintenance kendaraan dan kesehatan manusia dan komoditi yang dipindahkan. Jalan tol memiliki banyak manfaat, biasanya daerah yang dilalui oleh jalan tol akan berkembang karena menjadi aksesibel.
    Tetapi kenapa pertumbuhan jalan tol di Indonesia sangat lamban seperti yang dikemukakan dalam artikel diatas? Hal ini dikarenakan ketidak seriusan pemerintah dalam menggarap proyek jalan tol. Untuk membangun sebuah jalan tol, dibutuhkan investasi yang tidak sedikit. Ditambah lagi proses pembebasan lahan yang terkenal sulit menyebabkan investor kurang percaya diri untuk menanamkan modalnya. Tetapi jika pemerintah serius dan memiliki plan mapping yang baik, seharusnya pertumbuhan jalan tol dapat lebih cepat.

    Sekian terimakasih.

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.