Apr 24, 2013

Profesionalisme Perguruan Tinggi

Oleh : Atep Afia Hidayat - Untuk memasuki era globalisasi, sebuah perguruan tinggi harus merupakan suatu professionalizing force. Di dalam tubuh perguruan tinggi harus dikembangkan budaya perofesionalisme. Menurut Huntington dalam bukunya “The Soldier and the State” memiliki ciri-ciri keahlian (expertise), tanggung jawab (responsibility) dan kesejawatan (corporateness). Budaya profesionalisme akan berpengaruh terhadap kemunculan sarjana-sarjana yang profesional, yang diharapkan mampu menjadi modernizing force dalam kehidupan masyarakat secara luas.

Profesionalisme harus menyentuh seluruh aktivitas civitas acedemika. Termasuk di dalamya peningkatan kualitas dosen, penyediaan sarana pendidikan dan penelitian, serta perluasan kerja sama dengan berbagai pihak. Pentingnya profesionalisme juga sebagai upaya untuk mengimbangi kepesatan perkembangan ilmu dan teknologi.

Perguruan tinggi merupakan institusi yang paling dinamis, karena senantiasa melahirkan inovasi dan pemikiran baru. Perguruan tinggi juga merupakan agen pe-rekayasa dalam dinamika kehidupan masyarakat. Dengan berbagai perdikat yang disandangnya tersebut, maka upaya peningkatan profesionalisme menjadi keharusan.

Dalam pengembangan profesionalisme, terkandung unsur peningkatan mutu pendidikan. Menurut salah seorang pakar pendidikan, bahwa mutu pendidikan hanya bisa ditingkatkan melalui kompetisi bebas. Bahkan, kualitas lulusan sebuah perguruan tinggi, sangat tergantung dari domestic rivalry di antara lembaga-lembaga pendidikan yang ada. Lantas, pakar tersebut menunjukkan contoh, bahwa nama-nama besar seperti Harvard University, Wharton University dan Berkeley University, muncul berkat adanya kompetisi yang sangat ketat. Kompetisi ini juga akhirnya akan mengarah pada terwujudnya budaya profesionalisme.

Terdapat kecenderungan, bawah kompetisi dan pertumbuhan dunia usaha, sebagai dampak dari debirokratisasi dan deregulasi, kurang diimbangi dengan kompetisi dan perbaikan mutu pendidikan. Hal tersebut menimbulkan kesenjangan, berupa terjadinya kelangkaan tenaga dan manajer profesional. Maka, tak heran jika budaya bajak-membajak tenaga profesional terjadi di mana-mana. padahal di sisi lain banyak sarjana yag sulit memperoleh pekerjaan, dengan jumlahnya yang terus bertambah.

Untuk mengatasi kesenjangan tersebut, berbagai upaya dapat dilakukan, antara lain dengan pengadaan placement centre, di mana perguruan tinggi dan dunia usaha membentuk kerjasama dalam soal pelatihan tenaga dan rekrutmen. Selain itu, perguruan tinggi juga bisa berfungsi sebagai penghubung antara lulusannya dengan berbagai instansi dan dunia usaha yang membutuhkan tenaga kerja.

Untuk memasuki era globalisasi, perguruan tinggi harus mampu memasuki ajang kompetisi. Untuk itu perguruan tinggi dituntut memiliki otonomi. Dalam hal ini Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 24 ayat (2), bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi, penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat. Kemudian ayat menyebutkan bahwa, perguruan tinggi dapat memperoleh sumber dana dari masyarakat yang pengelolaannya dilakukan berdasarkan prinsip akuntabilitas publik.

Dengan adanya ketentuan tersebut, kompetisi antar perguruan tinggi untuk memperoleh dana dari luar akan semakin ketat. Untuk menjadi kompetitor yang unggul, perguruan tinggi perlu meningkatkan berbagai kemampuannya. Kenyatannya sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia masih dalam kondisi teaching university. Padahal, tuntutan peradaban dengan makin pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi, kondisi perguruan tinggi harus siap menjadi research university.

Perguruan tinggi yang telah memasuki era research university ditandai degan penelitian-penelitian yang dilaksanakan secara berkesinambungan dan produktif. Sehingga untuk dan menjadi profesional menjadi lebih mudah, karena dengan banyaknya penelitian akan banyak mengundang para pemodal atau investor yang berkepentingan.

Kompetisi antar perguruan tinggi tidak bisa dilaksanakan secara bebas, mengingat terdapatnya perbedaan mutu pada masing-masing perguruan tinggi. Di samping itu, hanya beberapa perguruan tinggi saja yang memenuhi kriteria untuk menjadi perguruan tinggi profesional. Dengan demikian, campur tangan pemerintah masih diperlukan dalam hal ini, terutama dalam pemerataan alokasi dana. Adanya regulasi dari pemerintah tersebut, dimaksudkan untuk memberikan proteksi bagi perguruan tinggi yang kurang bersifat kompetitif.

Salah satu dharma dari perguruan tinggi ialah pengabdian kepada masyarakat. Maka posisi masyarakat dalam hal ini sebagai mitra perguruan tinggi. Dengan adanya landasan itu maka sesungguhnya prinsip menara gading sama sekali tidak dikenal dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Akan tetapi, dengan masuknya budaya bisnis pada perguruan tinggi, dikhawatirkan akan munculnya diskriminasi terhadap kelompok masyarakat yang kurang mampu. Sehingga muncul kesan bahwa perguruan tinggi hanya diperuntukan bagi mereka yang berkantong tebal.

Perguruan tinggi yang telah profesional dikhawatirkan akan menjadi sebuah perguruan tinggi yang terkesan mahal, hanya terjangkau oleh kalangan tertentu. Selain itu dikhawatirkan terjadinya degradasi pada misi pengabdian masyarakat, karena terjadinya pergeseran orientasi yang mengarah pada bisnis.

Dengan demikian, sebenarnya focus of interest perguruan tinggi sehubungan dengan profesionalismenya meliputi dua mitra. Mitra pertama, terdiri dari masyarakat yang harus mendapatkan pelayanan dengan orientasi pada pengabdian; Mitra yang kedua, yakni dunia usaha dengan orientasi bisnis. (Atep Afia)

6 comments:

  1. Profesional perguruan tinggi memang harus dilakukan dengan sebaik-baiknya,dimana mastyarakat tidak menilai bahwa yang masuk perguruan tinggi itu hanya orang-orang yang berkantong tebal saja. Perguruan tinggi harus bersikap profesional terhadap mahasiswa taupun staf yang terkait di dalamnya.
    dengan memberikan ladang pekerjaan dalam salah satu fasilitas sebuah universitas merupakan hal yang sangat baik dan harus digalakkan sedemikian mungkin.

    ReplyDelete
  2. Perguruan Tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah pada jenjang yang lebih tinggi daripada menengah. Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional untuk dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian dan dapat dilakukan melalui proses pembelajaran yang mengembangkan kemampuan belajar mandiri.

    ReplyDelete
  3. Perguruan tinggi adalah penyelenggara pendidikan tertinggi,yang berperan meningkatkan kualitas generasi penerus dalam bidang keilmuan dan organisasi, yang seharusnya berperan sebagaimana mestinya. Pada setiap negara, pemerintah perlu memberikan perhatian pada kemajuan Perguruan tinggi, baik pada kurikulumnya maupun mahasiswa-mahasiswanya. Agar tidak ada kesenjangan yang terjadi dan keprofesionalan Perguruan tinggi dapat tercapai, seperti disampaikan pada kalimat terakhir artikel diatas.

    ReplyDelete
  4. Perguruan tinggi adalah pendidikan tertinggi pada jenjang pendidikan, perguruan tinggi mempersiapkan peserta didiknya agar memiliki kemampuan akademik dan professinalisme, dan juga menyiapkan lulusan agar siap bekerja secara profesional dalam perusahaan.

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. Arief Risaldi, @E11-Arief, Tugas B05
    Profesionalisme perguruan tinggi memang harus di miliki setiap institusi untuk meningkatkan mutu pengajaran dan akan menghasilkan mahasiswa yang berkualitas.

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.