Apr 24, 2013

Kemitraan dan Persoalan Sosial

Okleh : Atep Afia Hidayat - Pembangunan yang sudah diselenggarakan selama ini telah berhasil meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup sebagian masyarakat, tetapi, ternyata lebih dari 30 juta anggota masyarakat yang belum terbebas dari belenggu kemiskinan.

Roda pembangunan terus berputar, tingkat partisipasi masing-masing anggota masyarakat berbeda. Sebagian aktif sebagai aktor pembangunan, sedangkan bagian lainya seolah masih asing dengan proses pembangunan. Demikian pula tingkat kenikmatan yang diperoleh sebagai hasil dari pembangunan. Sebagian anggota masyarakat benar-benar menikmatinya, sedangkan bagian lainnya seolah belum tersentuh.

Sebenarnya, perbedaan tingkat partisipasi dan tingkat kenikmatan yang diperoleh itupun menyebabkan kesenjangan. Sebagian anggota masyarakat termasuk kelompok “yang kecil”, sedangkan bagian lainnya tergolong “yang besar”. Kesenjangan itupun akan melahirkan masalah-masalah berupa kemiskinan, pengangguran, ketimpangan distribusi pendapatan, dan masalah sosial lainnya.

Salah satu dampak internal dari proses pembangunan, yakni munculnya kelompok masyarakat yang benar-benar menikmati hasil pembangunan, hingga termasuk kelompok masyarakat “yang besar”, serta kelompok masyarakat yang belum menikmati hasil pembangunan, yang umumnya tergolong pad akelompok masyarakat “yang kecil”.

Langkah pemerataan tak lain merupakan upaya untuk menjembatani kedua kelompok tersebut, hingga tingkat kesenjangan benar-benar bisa ditekan. Untuk itu, maka muncul beberapa ketentuan dan himbauan, yang maksudnya supaya “yang besar” mau dan siap “membagi aku-nya”, hingga bertambah tingkat kepeduliannya terhadap “yang kecil”. Tetapi, langkah yang diterapkan ini harus mengacu pada konsep kemitraan, dan bukan sekedar belas kasihan semata.

Bagaimanapun andil “yang kecil” terhadap “yang besar” tidak sedikit. Bisa juga dikatakan, tak mungkin ada “yang besar” jika tidak ada “yang kecil”. Umpamanya, perusahaan-perusahaan konglomerat sangat tergantung pada tingkat partisipasi buruh. Maka, tidak mungkin ada konglomerat jika tidak ada buruh. Dengan demikian, sudah selayaknya mempersepsikan, bahwa buruh itu merupakan “mitra” dari konglomerat.

Dalam menangani berbagai permasalahan sosial, sudah semestinya konsep kemitraan itu diterapkan. Umpamanya dalam rangka merehabilitasi pemukiman kumuh, baik menyangkut pembinaan anggota masyarakatmaupun dalam penataan lingkungannya.

Di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Semarang atau Surabaya, kehadiran pemukiman kumuh memang sangat “merusak” pemandangan. Kehadiran pemukiman kumuh seolah “mempertontonkan” kemiskinan pada bangsa lain.

Tetapi, bukan lantas berarti bahwa pemukiman kumuh itu harus digusur. Langkah yang paling tepat, yakni dengan merehabilitasinya misalnya melalui proyek perbaikan kampung. Paling tidak, melalui upaya tersebut pemukiman menjadi layak huni.

Di antara kelompok masyarakat penyandang masalah sosial dengan kelompok masyarakat sejahtera memang seperti terjadi gap (social gap). Namun melalaui semangat kesetiakawanan social, gap tersebut memungkinkan untuk dipersempit. Bahkan, melalui pandangan kemitraan, gap tersebut seolah tidak ada lagi. Masyarakat yang tinggal di pemukiman kumuh dengan masyarakat lainnya, sudah semestinya bisa bergandengan tangan.

Paling tidak, di antara mereka tidak muncul sikap saling mencurigai, yang pada akhirnya akan makin memperlebar kesenjangan. Toh, masyarakat yang mendiami pemukiman kumuh pun merupakan warga ibu kota juga, baik legal maupun illegal. Melalui kemitraan diharapkan terjalin kerjasama, untuk bersama-sama menjaga dan memelihara stabilitas lingkungannya. Kemitraan juga harus diterapkan dalam berbagai upaya lainnya, sebab kemitraan itu tak lain dari refleksi kesetiakawanan social.

Ternyata masalah sosial itu sagat beragam, baik menurut jenisnya maupun tingkatannya. Masalah sosial itu tak ubahnya seperti penyakit yang diderita oleh badan manusia. Ada penyakit tertentu yang menyerang masing-masing anggota badan, sangat spesifik dan beraneka ragam. Begitu pula tingkatannya, mulai dari yang ringan hingga yang kronis. Jika penyakit diidentikan dengan masalah sosial, maka badan manusia diidentikan denga masyarakat. Jadi pada masyarakat pun, masalah sosial itu sangat beragam, dengan tingkatannya mulai dari yang ringan hingga yang kronis.

Sebagaimana penyakit pada badan manusia, masalah sosial dalam masyarakat pun bisa “disembuhkan”. Tentu saja membutuhkan “terapi” yang saksama, serius dan berkelanjutan. Bukan sekedar melalui slogan, gembar-gambor dan lips services semata. Kemitraan adalah langkah tepat untuk memperkokoh kesetiakawanan social. (Atep Afia

2 comments:

  1. B-10 UTOMO, TUGAS TB05

    Benar, persoalan sosial mengenai kesenjangan sosial memang sangat byk di Indonesia

    ReplyDelete
  2. @C13-ROHADI, TUGAS TC05

    Menanggapi hal tersebut, memang sangat memprihatinkan,, campustanga pemerintah dalam mengatasi kesenjangan sosial dalam masyarakatnya memang sangat penting terlebig unuk memeberikan kesejahteraan hidup wargfanya dan menciptakan lapangan kerja dan lembaga pendidikan yang arif

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.