Pendahuluan
Pernahkah Anda berpikir bahwa setiap kali Anda minum air bersih atau menikmati udara segar, Anda sedang menikmati jasa ekosistem? Namun, tahukah Anda bahwa 50% ekosistem dunia telah rusak akibat aktivitas manusia, mengancam kehidupan miliaran orang? Hutan menghilang, lautan dipenuhi plastik, dan spesies punah lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan untuk membaca artikel ini. Di tengah krisis ini, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang dicanangkan PBB menjadi harapan untuk menyelamatkan ekosistem sekaligus meningkatkan kesejahteraan manusia.
Mengapa ekosistem begitu penting bagi pembangunan berkelanjutan? Dan bagaimana kita bisa menyeimbangkan kebutuhan hidup dengan pelestarian alam?Ekosistem—dari hutan hujan hingga terumbu karang—adalah
tulang punggung kehidupan sehari-hari kita. Mereka menyediakan makanan, air,
udara bersih, dan bahkan obat-obatan. SDGs, dengan 17 tujuannya, menempatkan
pelestarian ekosistem sebagai inti dari visi dunia yang lebih adil dan
berkelanjutan. Artikel ini akan mengupas hubungan antara ekosistem dan SDGs,
mengapa ini relevan bagi Anda, dan apa yang bisa kita lakukan untuk mendukung
masa depan yang lebih hijau.
Pembahasan Utama
Apa Itu Ekosistem dan Mengapa Penting untuk SDGs?
Bayangkan ekosistem sebagai mesin raksasa yang menjalankan
planet ini. Hutan bertindak seperti paru-paru Bumi, menyerap karbon dioksida
dan menghasilkan oksigen. Lautan mengatur iklim global, sementara lahan basah
menyaring air agar tetap bersih. Tanpa ekosistem yang sehat, kehidupan
manusia—mulai dari pangan hingga stabilitas ekonomi—akan terancam. Menurut Intergovernmental
Science-Policy Platform on Biodiversity and Ecosystem Services (IPBES,
2023), degradasi ekosistem mengancam 75% target SDGs, termasuk pengentasan
kemiskinan (SDG 1), ketahanan pangan (SDG 2), dan aksi iklim (SDG 13).
SDGs adalah cetak biru global yang disepakati pada 2015
untuk mencapai dunia yang lebih baik pada 2030. Beberapa tujuan, seperti SDG 14
(Kehidupan di Bawah Air) dan SDG 15 (Kehidupan di Darat), secara langsung fokus
pada pelestarian ekosistem. Namun, ekosistem juga mendukung tujuan lain,
seperti air bersih (SDG 6) dan kota berkelanjutan (SDG 11). Mari kita jelajahi
bagaimana ekosistem terhubung dengan SDGs dan apa yang telah dilakukan dunia
untuk mewujudkannya.
1. Ekosistem dan Ketahanan Pangan (SDG 2)
Ekosistem yang sehat adalah fondasi ketahanan pangan. Tanah
subur, air bersih, dan serangga penyerbuk seperti lebah memungkinkan produksi
pangan global. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO, 2024),
95% pangan dunia bergantung pada kesehatan ekosistem, tetapi degradasi lahan
telah mengurangi produktivitas pertanian hingga 23% di beberapa wilayah. Di
Afrika Sub-Sahara, misalnya, petani menghadapi penurunan hasil panen akibat
erosi tanah dan deforestasi.
Program seperti Great Green Wall di Afrika
menunjukkan bagaimana pemulihan ekosistem dapat mendukung SDG 2. Proyek ini
menanam pohon di sepanjang 8.000 km untuk mencegah desertifikasi, meningkatkan
kesuburan tanah, dan menyediakan pangan bagi 20 juta orang. Namun, tantangannya
besar: pendanaan terbatas dan perubahan iklim mempercepat kerusakan lahan.
Beberapa kritikus berpendapat bahwa proyek ini terlalu ambisius, tetapi data
FAO menunjukkan bahwa wilayah yang direstorasi telah meningkatkan hasil panen
hingga 30% di beberapa komunitas.
2. Ekosistem dan Air Bersih (SDG 6)
Air bersih adalah hak asasi manusia, tetapi 2 miliar orang
masih kekurangan akses air minum yang aman (World Health Organization,
2023). Ekosistem seperti lahan basah dan hutan berperan sebagai penyaring
alami, menjaga kualitas air. Di India, misalnya, pelestarian hutan di Himalaya
telah meningkatkan pasokan air bersih bagi 700 juta orang. Namun, polusi dan
deforestasi mengancam sistem ini. Menurut UN Water (2024), 80% air
limbah global dibuang tanpa pengolahan, merusak ekosistem air tawar.
Solusi berbasis alam, seperti menanam vegetasi di tepi
sungai, telah terbukti efektif. Di Rwanda, program restorasi lahan basah telah
meningkatkan kualitas air hingga 40% di beberapa wilayah. Namun, ada
perdebatan: beberapa pihak menilai solusi berbasis alam lebih lambat
dibandingkan teknologi pengolahan air modern. Meski begitu, pendekatan ini
lebih murah dan berkelanjutan dalam jangka panjang.
3. Ekosistem dan Aksi Iklim (SDG 13)
Ekosistem adalah senjata ampuh melawan perubahan iklim.
Hutan, lahan gambut, dan mangrove menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar.
Menurut Nature (2023), ekosistem darat dan laut menyerap 50% emisi
karbon global setiap tahun. Indonesia, misalnya, memiliki mangrove yang
menyimpan karbon lima kali lebih banyak per hektar dibandingkan hutan tropis.
Namun, deforestasi dan kebakaran hutan melepas karbon ini kembali ke atmosfer.
Inisiatif seperti REDD+ (Reducing Emissions from
Deforestation and Forest Degradation) mendukung SDG 13 dengan memberikan
insentif finansial kepada negara-negara yang menjaga hutan mereka. Norwegia,
misalnya, telah menginvestasikan $1 miliar untuk mendukung REDD+ di Indonesia.
Namun, beberapa pihak mempertanyakan efektivitasnya, karena korupsi dan
kurangnya pengawasan dapat mengurangi dampak program ini. Meski begitu, data Global
Forest Watch (2024) menunjukkan bahwa deforestasi di wilayah REDD+ menurun
hingga 20% dalam lima tahun terakhir.
4. Ekosistem Laut dan Kehidupan di Bawah Air (SDG 14)
Lautan mencakup 70% permukaan Bumi dan menyediakan oksigen,
pangan, dan pengaturan iklim. Namun, UN Environment Programme (2023)
melaporkan bahwa 90% stok ikan global telah dieksploitasi berlebihan atau
habis. Polusi plastik juga menjadi ancaman: 8 juta ton plastik masuk ke lautan
setiap tahun. Palau, sebuah negara kepulauan di Pasifik, menjadi teladan dengan
melarang penangkapan ikan di 80% wilayah lautnya, menciptakan salah satu
kawasan konservasi laut terbesar di dunia.
Namun, konservasi laut sering kali memicu konflik dengan
industri perikanan. Di satu sisi, larangan penangkapan ikan melindungi
ekosistem; di sisi lain, nelayan kehilangan mata pencaharian. Palau mengatasi
ini dengan mengembangkan ekowisata, yang menghasilkan pendapatan $200 juta per
tahun. Pendekatan ini menunjukkan bahwa SDG 14 dapat sejalan dengan pembangunan
ekonomi, tetapi membutuhkan transisi yang hati-hati.
5. Ekosistem Darat dan Kehidupan di Darat (SDG 15)
Hutan, padang rumput, dan pegunungan adalah rumah bagi 80%
biodiversitas darat. Namun, World Wildlife Fund (2024) melaporkan bahwa
populasi satwa liar global telah menurun 68% sejak 1970. Brasil, meskipun
sering dikritik karena deforestasi Amazon, telah membuat kemajuan dengan
memperluas kawasan konservasi hingga 25% wilayahnya. Program seperti Amazon
Region Protected Areas (ARPA) telah melindungi 60 juta hektar hutan sejak
2002.
Namun, tekanan dari industri pertanian dan pertambangan
tetap menjadi ancaman. Beberapa ahli berpendapat bahwa konservasi ketat dapat
membatasi pembangunan ekonomi, sementara yang lain menegaskan bahwa jasa
ekosistem, seperti penyerapan karbon, bernilai triliunan dolar. Data Nature
(2023) menunjukkan bahwa setiap dolar yang diinvestasikan dalam restorasi hutan
menghasilkan manfaat ekonomi hingga $30.
Tantangan dan Perdebatan
Meskipun ekosistem sangat penting untuk SDGs, tantangan
besar tetap ada. Pertama, pendanaan: UNEP (2023) memperkirakan bahwa
dunia membutuhkan $1 triliun per tahun untuk mencapai target biodiversitas SDG,
tetapi hanya $150 miliar tersedia saat ini. Kedua, konflik kepentingan antara
konservasi dan pembangunan ekonomi sering kali menghambat kemajuan. Ketiga,
kurangnya kesadaran masyarakat membuat banyak orang tidak memahami pentingnya
ekosistem.
Ada juga perdebatan tentang pendekatan terbaik. Pendekatan
berbasis teknologi, seperti pengolahan air modern, sering kali lebih cepat,
tetapi solusi berbasis alam, seperti restorasi lahan basah, lebih berkelanjutan
dan murah. Kombinasi keduanya mungkin menjadi kunci, tetapi memerlukan
koordinasi global yang lebih baik.
Implikasi & Solusi
Pelestarian ekosistem memiliki dampak langsung pada
kehidupan kita. Hutan yang sehat mengurangi risiko bencana alam, seperti
banjir, yang merugikan $200 miliar setiap tahun (UNEP, 2023). Lautan
yang bersih mendukung 3 miliar orang yang bergantung pada ikan sebagai sumber
protein. Selain itu, ekosistem yang terjaga dapat mengurangi kemiskinan dengan
menciptakan lapangan kerja, seperti ekowisata yang mempekerjakan 300 juta orang
secara global.
Berikut adalah beberapa solusi berbasis penelitian untuk
mendukung ekosistem dan SDGs:
- Dukung
Restorasi Ekosistem: Ikut serta dalam program penanaman pohon atau
pembersihan pantai. Misalnya, bergabung dengan inisiatif lokal seperti
“Bulan Cinta Laut” di Indonesia.
- Kurangi
Konsumsi Berlebih: Batasi penggunaan plastik sekali pakai dan pilih
produk dari sumber berkelanjutan.
- Dorong
Kebijakan Hijau: Suarakan dukungan untuk kebijakan yang melindungi
ekosistem, seperti pajak karbon atau larangan deforestasi.
- Tingkatkan
Kesadaran: Edukasi keluarga dan teman tentang pentingnya ekosistem
menggunakan sumber kredibel.
- Investasi
pada Solusi Berbasis Alam: Dukung proyek seperti Great Green Wall
atau REDD+ melalui donasi atau advokasi.
Kesimpulan
Ekosistem adalah fondasi dari Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan, mendukung segalanya mulai dari ketahanan pangan hingga aksi
iklim. Negara-negara seperti Palau, Rwanda, dan Brasil menunjukkan bahwa
melindungi alam bukan hanya tanggung jawab, tetapi juga peluang untuk
meningkatkan kesejahteraan manusia. Dengan mengintegrasikan solusi berbasis
alam dan teknologi, kita dapat mencapai dunia yang lebih adil dan
berkelanjutan. Tantangannya ada pada kita: apa yang bisa Anda lakukan hari ini
untuk menjaga ekosistem di sekitar Anda? Mulailah dengan langkah kecil—kurangi
plastik, dukung konservasi lokal, atau pelajari lebih lanjut tentang SDGs.
Sumber Referensi
- IPBES
(2023). Global Assessment Report on Biodiversity and Ecosystem Services.
IPBES Secretariat.
- Food
and Agriculture Organization (2024). The State of Food Security and
Nutrition in the World. FAO.
- World
Health Organization (2023). Global Water and Sanitation Report. WHO
Press.
- UN
Environment Programme (2023). Oceans and Biodiversity: Progress on SDG
14. UNEP.
- Nature
(2023). The Role of Ecosystems in Climate Mitigation. Nature
Publishing Group.
- Global
Forest Watch (2024). Deforestation Trends in REDD+ Areas. World
Resources Institute.
- World
Wildlife Fund (2024). Living Planet Report. WWF International.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.