Pages

KAA Media Group

Nov 1, 2025

Mengelola SDM: Belajar dari Lapangan Hijau

Oleh: Atep Afia Hidayat

Ditulis ulang dan dikembangkan dari artikel : https://www.kangatepafia.com/2013/12/mengelola-sdm-belajar-dari-lapangan.html 

Setiap manusia, tanpa terkecuali, adalah pemilik sumber daya manusia (SDM) yang unik—seperangkat kapasitas, potensi, dan energi batiniah yang membentuk keunggulan dirinya.

Namun, sebagaimana “raksasa tidur” dalam kepala yang diibaratkan oleh Thomas Edison dan kemudian populer dalam teori latent potential, potensi itu sering kali belum teraktivasi. Banyak individu yang hidup dengan hanya memanfaatkan sebagian kecil dari kemampuan otaknya, emosinya, dan jiwanya. Dengan kata lain, sumber daya manusia yang dimiliki sering kali masih bersifat dorman, belum dioptimalkan.

1. SDM sebagai Sistem Terpadu

Sumber daya manusia sejatinya adalah sistem kompleks yang mencakup dimensi fisik, mental, emosional, intelektual, spiritual, dan sosial. Setiap sel tubuh adalah sumber daya biologis yang menopang energi produktivitas. Sementara itu, pikiran dan emosi adalah “mesin penggerak” yang menentukan arah dan kualitas tindakan.

Penelitian oleh Gallup (2023) menunjukkan bahwa hanya sekitar 23% karyawan di dunia yang benar-benar “terlibat secara aktif” (actively engaged) dalam pekerjaannya. Artinya, mayoritas manusia masih berada dalam kondisi pasif, belum sepenuhnya menggunakan potensi terbaiknya. Fenomena ini menunjukkan urgensi manajemen SDM yang tidak hanya berfokus pada keterampilan teknis, tetapi juga aktivasi psikologis dan emosional individu.

2. Belajar dari Lapangan Hijau

Lapangan sepak bola memberikan metafora yang sangat kaya bagi pengelolaan SDM. Dalam satu tim, terdapat sebelas pemain—sebelas unit sumber daya manusia yang berbeda karakter, peran, dan gaya bermainnya. Masing-masing memiliki keunggulan: ada yang ahli dalam menyerang, ada yang tangguh bertahan, dan ada pula yang jeli membaca peluang.

Untuk mencetak goal, tim harus bekerja secara sinergis, menggabungkan taktik, strategi, komunikasi, dan koordinasi. Analogi ini sejalan dengan konsep team effectiveness model dari Katzenbach & Smith (2020), yang menyatakan bahwa kinerja optimal tim bergantung pada keselarasan tujuan, kejelasan peran, dan kualitas komunikasi antaranggota.

Permainan di lapangan hijau juga mencerminkan prinsip Human Capital Optimization (Ulrich, 2022)—bahwa efektivitas SDM bukan semata ditentukan oleh kemampuan individu, tetapi oleh bagaimana potensi kolektif dikelola dan diarahkan menuju tujuan bersama.

3. Aktivasi SDM melalui Peran dan Sinergi

Dalam organisasi, setiap individu memiliki posisi layaknya pemain di lapangan: ada yang berperan sebagai penyerang (inovator), ada yang bertahan (pengendali risiko), dan ada yang menjadi gelandang (penghubung dan koordinator).
Kinerja kolektif bergantung pada sejauh mana setiap individu mampu menjalankan perannya secara optimal dan saling melengkapi.

Konsep ini didukung oleh teori “Complementary Fit” dalam manajemen SDM (Kristof-Brown et al., 2022) yang menekankan pentingnya keseimbangan antara karakteristik individu dan kebutuhan tim. Dengan sinergi yang baik, perbedaan potensi justru menjadi kekuatan, bukan sumber konflik.

4. Peran Pemimpin sebagai Pelatih Tim

Setiap tim, baik di dunia olahraga maupun di dunia kerja, membutuhkan figur pemimpin yang mampu meramu strategi dan mengelola dinamika antaranggota. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya mengatur arah permainan, tetapi juga menginspirasi, membangun moral, dan memastikan seluruh anggota tetap fokus pada tujuan bersama.

Menurut studi Harvard Business Review (2024), kepemimpinan transformasional terbukti meningkatkan kinerja tim hingga 35% lebih tinggi dibanding gaya kepemimpinan transaksional. Pemimpin seperti ini berperan layaknya pelatih sepak bola yang tidak hanya memberikan instruksi teknis, tetapi juga menumbuhkan semangat, rasa percaya diri, dan nilai kebersamaan dalam tim.

5. Filosofi dari Lapangan ke Kehidupan

Apa yang terjadi di lapangan sepak bola sejatinya merupakan cermin kehidupan sosial dan organisasi manusia. Dalam rumah tangga, masyarakat, dan dunia kerja, setiap individu juga berada dalam “tim besar” yang menuntut kolaborasi, adaptasi, dan kesadaran peran.

Ketika setiap anggota keluarga, warga masyarakat, atau karyawan memahami tanggung jawabnya dan mengoptimalkan potensinya, maka sinergi sosial akan terbentuk. Goal dalam konteks ini bukan sekadar kemenangan kompetitif, tetapi kinerja kolektif yang menghasilkan kesejahteraan bersama.

6. Penutup

Belajar dari lapangan hijau mengajarkan bahwa keberhasilan bukan hanya ditentukan oleh bakat individu, tetapi oleh bagaimana potensi itu dikelola, disinergikan, dan diarahkan menuju visi bersama. Dalam konteks manajemen SDM modern, tantangan terbesar bukanlah kekurangan sumber daya manusia, melainkan kurangnya aktivasi dan integrasi potensi manusia itu sendiri.

Dengan pendekatan yang lebih humanistik dan kolaboratif, pengelolaan SDM dapat bertransformasi dari sekadar mengatur tenaga kerja menjadi menghidupkan manusia sebagai sumber daya strategis. Dari lapangan hijau, kita belajar: kemenangan sejati hanya mungkin terjadi ketika setiap pemain sadar perannya, setiap individu bekerja sepenuh hati, dan setiap potensi manusia benar-benar terbangun dari tidurnya.

 

Referensi

  • Gallup. (2023). State of the Global Workplace Report.
  • Harvard Business Review. (2024). Leadership in the Age of Collaboration.
  • Katzenbach, J. R., & Smith, D. K. (2020). The Wisdom of Teams: Creating the High-Performance Organization. Harvard Business School Press.
  • Kristof-Brown, A. L., et al. (2022). Person–Environment Fit Theory: Applications in Organizational Behavior. Annual Review of Organizational Psychology.
  • Ulrich, D. (2022). Human Capability: Activating Human Capital for Performance and Growth. McGraw-Hill Education.

 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.