Apr 23, 2013

Kendala Pengembangan Agribisnis


Oleh : Atep Afia Hidayat Kalau dilihat dari kontribusinya terhadap produk  domestik bruto (PDB) peranan sector pertanian  cenderung menurun. Namun ternyata dalam penyerapan angkatan kerja masih tetap dominan. Kondisi di daerah amat beragam, ada yang lebih dari 80 persen produk domestik regional bruto (PDRB) bersumber dari sektor pertanian, ada pula yang kurang 15 persen. 

Dalam penyerapan angkatan kerja ada daerah yang 80 persen pekerjanya berada di sektor pertanian, ada pula yang kurang dari 5 persen. Namun secara keseluruhan untuk sebagian besar daerah sektor pertanian masih merupakan sektor utama, kalaupun ada industrialiasi umumnya belum mendominasi. 
Industri berskala besar hanya terkonsentrasi di beberapa daerah seperti DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Aceh dan Batam (Kepulauan Riau). 
Mengingat pertumbuhan sektor industri cukup pesat, maka berbagai kalangan pernah pemproyeksikan Indonesia akan menjadi Negara Industri Baru (NIB). Seandainya posisi NIB tercapai posisi sektor pertanian masih tetap penting.
Sektor pertanian mampu mendukung industri hulu dan hilir. Selain sebagai penyedia bahan baku juga merupakan pemakai berbagai produksi industri berat seperti traktor dan mesin pertanian lainnya. Selain itu petani pun merupakan konsumen potensial untuk aneka produk industri. Bukankah petani dan keluarganya yang melebihi 100 juta jiwa merupakan “pasar raksasa” untuk hasil-hasil industri.
Supaya sektor pertanian tumbuh pesat hingga mampu mengimbangi sektor industri diperlukan adanya “transformasi”, baik menyangkut produksi, pengolahan, pemasaran maupun sumberdaya manusianya (SDM). 
Dengan adanya transformasi tersebut usaha tani dalam berbagai skala diharapkan makin produktif dan efisien, nilai tambah yang diperoleh petani makin optimal, penguasaan teknologi tepat guna oleh petani makin berkembang, akses petani terhadap  sumber dana dan infromasi meningkat, serta daya beli petani pun meningkat.
Di sisi lain dengan adanya transformasi maka perolehan devisa dari aneka produk pertanian pun diharapkan makin bertambah. Yang dimaksud dengan tranformasi tersebut tak lain konsep agribisnis yang diharapkan bisa mendekatkan sektor pertanian dan industri. 
Menurut Arsyad (1985) yang dimaksud dengan agribisnis ialah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. 
Yang dimaksud dengan “ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas” adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian”.
Agribisnis mudah diucapkan namun sulit direalisasikan. Idealnya agribisnis bisa dijadikan “katrol” untuk kesejahteraan petani : merupakan “senjata” yang ampuh untuk memacu pertumbuhan ekonomi daerah, merupakan konsep terpadu dalam upaya peningkatan produksi pertanian, baik pangan, perkebunan, horticultural, perikanan dan peternakan. 
Namun dalam penerapannya ditemukan beberapa kendala seperti masih rendahnya kualitas SDM, lemahnya manajemen, terbatasnya modal, serta pola usaha tani yang terpencar dengan skala yang kecil.
Bagaimanapun konsep agribisnis merupakan pengembangan lebih lanjut dari usaha tani tradisional, maka Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat di dalamnya harus berkembang lebih lanjut. Kenyataannya sebagian besar SDM pertanian tingkat pendidikannya masih rendah, hingga sulit unutk mengadopsi dan menginovasi pola baru yang akan diterapkan. Padahal dalam agribisnis berbagai inovasi teknologi, sosial dan ekonomi terus-menerus diaplikasikan.
Melalui konsep agribisnis maka interaksi petani dengan perbankan menjadi intensif, dengan sendirinya petani harus memahami persoalan bank dan perkreditannya. Begitu pula dengan quality control mulai diterapkan secara ketat pada berbagai produk, petani pun harus memahami masalah standarisasi produk.
Mengingat ciri dari agribisnis ialah adanya produktivitas dan efisiensi yang tinggi, maka usaha tani yang layak diterapkan menggunakan pola sehamparan. Beberapa petani bergabung membentuk kelompok tani, menyatukan lahannya untuk mengusahakan komoditi tertentu yang telah diketahui memiliki propek pasar yang cerah.  Dengan demikian petani harus siap baik secara fisik atau mental. Untuk itu diperlukan bimbingan dan penyuluhan yang intensif.
Dalam penerapan agribisnis memang banyak hal baru yang  diterapakan, faktor kesiapan SDM sangat menentukan, oleh karena itu petani selaku SDM agribisnis harus mampu mengantisipasi dan mengadaptasi kondisi yang relatif baru. Begitu pula dengan SDM agribisnis non petani, baik yang bergerak di sektor input (sarana produksi), sektor sekunder (agroindustri), atau sektor tersier (trade) perlu memiliki kemampuan dan kemauan untuk menerima petani sebagai “mitra kerja” atau “mitra usaha”, yang kedudukannya dalam sistem agribisnis “sederajat”.
Tak dapat dipungkiri bahwa selama ini posisi petani dalam mata rantai pertanian relatif lemah, apalagi petani kecil atau petani gurem, hingga nilai tambah yang diperolehnya jarang mencapai posisi optimal.
Khusus menyangkut usaha tani padi, M. Dawam Rahardjo (1992) mengemukakan bahwa laba yang diperoleh petani tidak begitu besar, apalagi petani dengan lahan sempit. Yang memperoleh keuntungan paling besar justru pedagang beras, sehingga “subsidi harga itu akhirnya diterima pedagang beras”.
Sebagian besar petani pun belum mengerti ihwal penerapan manajemen yang “modern”. Kalau manajemen “gaya nenek moyang” memang sudah diterapkan secara turun-temurun. Sedangkan yang sudah tersentuh penerapan manajemen yang “canggih” baru sebagian kecil saja. Bagaimanapun penerapan agribisnis selalu bersinggungan dengan aplikasi manajemen, di mana unsur-unsur planning, organizing, actuating, dan controlling harus benar-benar diterapkan.
Rendahnya akses petani terhadap modal dengan pola usaha tani yang sebagian besar masih tradisional memang berkaitan erat. Di satu sisi petani merasa “tidak kenal” dengan perbankan, hingga nyaris tak ada peluang untuk meningkatkan modal dan mengembangkan usaha. 
Di sisi lainnya ada keengganan dan kekhawatiran pihak perbankan untuk menyalurkan kredit pada petani, terutama petani kecil dengan aset yang kecil. Perbankan agak enggan melayani karena risiko yang terlalu tinggi, kalaupun ada keuntungan yang diperoleh namun tak seberapa, hingga dianggap hanya menambah cost dan memperumit operasional.
Dengan kondisi yang demikian jelas “jarak” antara petani dengan perbankan seolah tak pernah menyempit. Untuk menjembetaninya maka konsep usaha tani sehamparan dengan komoditi terpadu perlu diterapkan, selain itu dukungan koperasi pun harus makin optimal. Memang tak ada pilihan lain, petani harus membentuk kelompok yang solid, bergotong-royong dan berusaha secara bersama, hingga bonafiditasnya dimata perbankan bisa meningkat.
Sudah selayaknya seluruh komponen agribisnis, termasuk petani dan usaha taninya mendapat dukungan permodalan secara optimal. Jika salah satu komponen diistimewakan, misalnya terlampau berpihak pada komponen hilir (agroindustri atau pengolahan hasil pertanian), maka sistem agribisnis menjadi pincang. Untuk mewujudkan hal itu perlu kebijaksanaan pemerintah menyangkut sektor moneter dan perbankan dalam kaitannya dengan upaya untuk mengembangkan sektor ril, khususnya agribisnis.
Berbagai kendala dalam agribisnis selayaknya bisa diatasi, untuk itu diperlukan adanya kordinasi lintas sektoral, baik antara Kementerian Pertanian, Perindustrian, Perdagangan atau Koperasi Usaha Kecil dan Menengah. Begitu pula dengan Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat yang terkait, serta dunia usaha nasional. Indonesia hanya bisa bangkit secara ekonomi jika sector pertanian terlebih dahulu dibenahi, tentu saja dengan konsep agribisnis yang memadukan manajemen dan teknologi pertanian paling mutakhir, dengan tetap mengutamakan upaya peningkatan kesejahteraan petani. (Atep Afia)

5 comments:

  1. Dwi MUji Abako
    @C18-Muji, Tugas TC05

    Pertanian diharapkan tumbuh pesat dengan melakukan transformasi dari segi produksi ,pengolahan, pemasaran, maupun SDM nya. Sehingga usaha tani diharapkan makin efesien dan perolehan devisa semakin bertambah. Salah satu kendala dari agribisnis adalah terbatanya modal dan rendahnya kualita SDM

    ReplyDelete
  2. Dwi MUji Abako
    @C18-Muji, Tugas TC05

    Pertanian diharapkan tumbuh pesat dengan melakukan transformasi dari segi produksi ,pengolahan, pemasaran, maupun SDM nya. Sehingga usaha tani diharapkan makin efesien dan perolehan devisa semakin bertambah. Salah satu kendala dari agribisnis adalah terbatanya modal dan rendahnya kualita SDM

    ReplyDelete
  3. Nama :Ashim asy’ari (41615110029) TB05

    Memang diindonesia industri sangat berkembang pesat diberbagai daerah , dan berbagai bagai kalanganpun pernah memproyeksikan sebagai NEGARA INDUSTRI BARU (NIB) . tapi kita hidup diindonesia yang memiliki banyak lahan seharusnya sektor pertanian juga harus dperhatikan oleh karena itu transformasi memang di perlukan , tranformasi yang dimaksud yaitu konsep agribisnis yang bertujuan pertanian meningkat dan mampu mengimbangi perkembangan industri saat ini .

    konsep agribisnis memang memiliki tujuan dalam meningkatkan sektor pertanian , tetapi banyak kendala seperti ketertarikan SDM dalam pertanian karena lebih memilih bekerja di industri dan masih terbatasnya fasilitas ataupun modal .

    ReplyDelete
  4. Nama :Ashim asy’ari (41615110029) TB05

    Memang diindonesia industri sangat berkembang pesat diberbagai daerah , dan berbagai bagai kalanganpun pernah memproyeksikan sebagai NEGARA INDUSTRI BARU (NIB) . tapi kita hidup diindonesia yang memiliki banyak lahan seharusnya sektor pertanian juga harus dperhatikan oleh karena itu transformasi memang di perlukan , tranformasi yang dimaksud yaitu konsep agribisnis yang bertujuan pertanian meningkat dan mampu mengimbangi perkembangan industri saat ini .

    konsep agribisnis memang memiliki tujuan dalam meningkatkan sektor pertanian , tetapi banyak kendala seperti ketertarikan SDM dalam pertanian karena lebih memilih bekerja di industri dan masih terbatasnya fasilitas ataupun modal .

    ReplyDelete
  5. Fransisca Selly - 46114110128 - Kewirausahaan 1 Kamis

    Selamat sore,
    artikel ini sangat menarik, membahas kendala apa saja yang terjadi dalam pengembangan agribisnis.
    terkadang dengan terbatasnya kemampuan dalam penguasaan teknologi, maka akan melemah di kedepannya. Usaha pertanian merupakan suatu proses yang memerlukan jangka waktu tertentu. Dalam proses tersebut akan terakumulasi berbagai faktor produksi dan sarana produksi yang merupakan faktor masukan produksi yang diperlukan dalam proses tersebut untuk mendapatkan keluaran yang diinginkan. Petani yang bertindak sebagai manajer dan pekerja pada usaha taninya haruslah memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan berbagai faktor masukan usaha tani, sehingga mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha yang dilakukan.

    Terima Kasih

    ReplyDelete

Note: Only a member of this blog may post a comment.